Jakarta (ANTARA News) - Angin, air, sinar matahari, merupakan anugerah alam yang berlimpah yang dimanfaatkan selama berabad-abad oleh Indonesia, negeri yang berada tepat di garis katulistiwa.

Namun menggalinya untuk menjadi berdaya guna secara massal, belumlah terlalu banyak dilakukan.

Sekarang, energi bersih yang ramah lingkungan semakin diincar untuk menggantikan ketergantungan pada energi fosil yaitu minyak dan batu bara yang dikenal menyumbang polusi tinggi, serta kayu bakar yang semakin menipiskan hutan.

Pengalihan energi bersih seperti itu menjadi isu utama dalam Forum Kemitraan Dana Investasi Iklim (CIF) yang diikuti sekitar 300 peserta mewakili lembaga donor, pemerintah, sektor swasta, LSM dan masyarakat.

Pertemuan tersebut menyepakati untuk memobilisasi dana sebesar 40 miliar dolar AS yang diperuntukkan bagi proyek-proyek yang dapat mengurangi karbon, meliputi 4,3 miliar dolar AS yang akan dibagikan kepada 13 negara dalam proyek pembangunan sumber energi bersih dan sistem transportasi massal yang ramah lingkungan.

Sekitar 36 miliar lainnya akan dikerahkan dalam beberapa tahun mendatang, seperti yang disampaikan oleh Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB) Haruhiko Kuroda dalam forum yang berlangsung di Markas Besar ADB di Manila, Filipina itu.

Menurut dia, banyak negara telah menunjukkan upaya keras untuk mengubah kegiatan ekonominya dengan cara-cara yang ramah lingkungan atau menurunkan karbon dalam aktivitasnya.

Mobilisasi Dana Investasi iklim diharapkan dapat membantu percepatan upaya tersebut serta meningkatkan gairah tiap negara untuk menanggapi tantangan perubahan iklim, ujarnya.

Bagi Indonesia
Panas bumi, sumber lain yang tersedia berlimpah-limpah di perut bumi Indonesia, kini mendapat giliran untuk digali lebih dalam dengan dukungan dari CIF tersebut.

Langkah menuju ke pengolahan panas bumi semakin jelas setelah pada 16 Maret 2010, Dana Iklim yang diperoleh dari berbagai sumber pendanaan internasional menyetujui pemberian Dana Teknologi Bersih (Clean Technology Fund) sebesar 400 juta dolar AS bagi Indonesia.

Dana tersebut untuk mendampingi Indonesia mencapai rencana menyediakan 17 persen kebutuhan energi dengan menggunakan sumber-sumber yang ramah lingkungan atau rendah karbon dan efisiensi sampai dengan 30 persen dibandingkan penggunaan energi seperti biasa hingga tahun 2025.

Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk proyek energi dengan bahan utama panas bumi (geothermal) yang dimotori oleh pemerintah .

Proyek tersebut juga diarahkan untuk meningkatkan prakarsa penggunaan energi yang dapat diperbarui dan CTF akan menggerakkan pendanaan dari berbagai sumber termasuk BUMN dan sektor swasta hingga mencapai 2,7 miliar dolar AS.

Pertimbangan pendanaan untuk teknologi bersih lingkungan diberikan guna menjawab kebutuhan energi yang semakin meningkat yaitu 5,2 persen seiring pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang terus membaik sejak krisis 1997 dengan pertumbuhan rata-rata 4,8 persen per tahun pada tahun 2006.

Pemakaian energi fosil yang mendominasi sumber energi di Indonesia secara perlahan namun pasti akan dialihkan pada energi yang dapat diperbarui, seperti rencana membangun tambahan daya 10.000 megawatt energi pada 2014 yang dipusatkan pada penggunaan daya panas bumi.

Indonesia adalah juga termasuk sebagai negara yang menyumbangkan gas buang rumah kaca yang besar melalui kegiatan industri dan angkutan, dan jika tidak segera segera diatasi maka jumlahnya bisa meningkat hingga tiga kali keadaan sekarang pada 2025 nanti.

Pembentukan Dewan Nasional Perubahan Iklim yang melibatkan koordinasi sekitar 15 kementerian menjadi bukti kesungguhan Indonesia dalam menangani upaya-upaya untuk menanggapi masalah Perubahan Iklim termasuk di antaranya masalah strategis seperti penyediaan energi.

"Pilihan pada penggunaan panas bumi dilakukan atas usul Indonesia dilanjutkan dengan kegiatan teknis seperti riset potensi panas bumi yang tersedia, penggunaan teknologi dan pertimbangan teknis lainnya," ujar Wakil Ketua Bidang Pembangunan Berkelanjutan pada Kelompok Bank Dunia, Katherine Sierra di Manila, 18 Maret.

Koordinasi harus teras dilakukan mengingat banyak masalah yang terkait khususnya sektor ekonomi hingga pada masalah sosial dan keterlibatan penduduk.

"Biasanya, tempat-tempat yang mengandung panas bumi adalah merupakan tempat suci bagi penduduk di sekitarnya," kata Katherine Sierra merujuk salah satu tantangan sosial yang harus dihadapi.

Pengembangan energi panas bumi itu meliputi rencana pengembangan 260 megawatt oleh Energi Panas Bumi Pertamina (PGE) yang mendapat pendampingan dari Bank Dunia, Energi Panas Bumi PLN sebesar 250 MW dengan dana pendamping dari Bank Pembangunan Asia, serta 300 MW pembangunan sumber panas bumi bersama sektor swasta.

Seluruh rencana tersebut dapat meningkatkan dua kali kapasitas penggunaan energi panas bumi di Indonesia.

Keuntungan
Investasi energi panas bumi sebesar 800 MW disebutkan mampu mengurangi emisi CO2 sampai 5,1 juta ton per tahun dan lebih dari 10 juta ton dalam proyeksi 20 tahun masa aktif produksinya.

Secara matematis menurut perhitungan Bank Dunia, dari setiap miliar dolar investasi efesiensi energi dapat menghemat dua juta ton energi setara minyak dan secara rata-rata mengurangi pembuangan karbon 5,5 juta ton per tahun.

Indonesia disebutkan memiliki potensi 10 Gigawatt energi panas bumi secara ekonomis tetapi dalam perhitungan secara teknis memiliki potensi sampai 27 GW yang berarti bisa mencapai dua kali lipat dari seluruh instalasi energi di Indonesia.

Selain itu Indonesia juga memiliki potensi energi biomassa yang tak kalah pentingnya yaitu mendekati 50 GW.

Manfaat lingkungan cukup besar terbentang di depan mata jika Indonesia terus mengembangkan potensi eneri ramah lingkungan, yaitu mengurangi polutan tertentu seperti Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen monoksida (NOx) yang diperoleh dengan mengurangi penggunaan batubara.

"Indonesia menyambut baik pemberian Dana Investasi Iklim ini, selain Dana Teknologi Bersih 400 juta dolar, kita juga menerima 80 juta dolar AS melalui Dana Investasi Hutan," kata Ismi Hadad, Ketua Kelompok Kerja Mekanisme Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim yang menghadiri pertemuan Manila.

Langkah berikutnya menurut Ismid Hadad adalah melakukan koordinasi untuk segera menjalankan proyek-proyek terkait.

Gustaaf A. Lumiu, Direktur Keuangan dan Administrasi Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) yang juga menghadiri forum kemitraan itu mengungkapkan bahwa Indonesia patut menyukuri potensinya karena memiliki semua sumber energi bersih, mulai dari angin, air, sinar matahari dan panas bumi.

Adalah sangat mudah untuk menggali potensi tersebut dibanding negara-negara lain yang hanya memiliki sebagian dari sumber tersebut termasuk upaya menggali pendanaan yang tidak saja tergantung dari bantuan luar negeri baik hibah ataupun pinjaman.

Gustaaf meyakini bahwa sumber dana di dalam negeri juga potensial untuk dikembangkan, karena pada masa depan, keuntungan bagi pihak swasta yang bersedia mendanainya, juga dapat diperkirakan bakal menguntungkan.

"Masih banyak yang harus dikerjakan, tetapi CIF yang baru berusia dua tahun sudah pindah ke `gigi? yang lebih tinggi," kata Katherine Sierra.

"Pemecahan masalah Dana Iklim akan berada dalam kerangka Konvensi Perubahan Iklim PBB, dan CIF memainkan peran penting dalam tatalaksana, pemeringkatan dan menunjukkan hal-hal yang dapat dilakukan serta seni melaksanakannya," ujarnya.
(M007/S018)

Pewarta: Maria D Andriana
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010