Semarang (ANTARA News) - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) akan membatasi jumlah tenaga kerja asing di Indonesia terkait dengan penerapan kawasan perdagangan bebas China-ASEAN (CAFTA) mulai 1 Januari 2010.

"Kami akan menerapkan dua strategi terkait penerapan CAFTA yakni memanfaatkan peluang dan mengantisipasi dampaknya," kata Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Informasi Kemenakertrans, Juharsa, di Semarang, Kamis.

Juharsa mengatakan hal itu usai membacakan sambutan tertulis Menakertrans, Muhaimin Iskandar, pada seminar "Strategi Ketenagakerjaan Terkait Pasar Bebas China-ASEAN 2010" di Universitas Diponegoro Semarang.

Ia mengatakan, pengendalian tenaga kerja asing telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia harus memiliki sponsor.

"Kalau tenaga kerja asing tersebut masuk ke Indonesia tanpa sponsor akan diproses di Kemenakertrans sesuai dengan peraturan yang berlaku. Itu termasuk langkah mengantisipasi dampak CAFTA," katanya.

Ia mengatakan, penerapan CAFTA tentu akan mengakibatkan relatif banyak tenaga kerja asing masuk Indonesia.

Hal itu, katanya, harus diantisipasi agar lapangan kerja dalam negeri dapat menyerap tenaga kerja lokal.

Pihaknya juga akan memberikan pelatihan dan perlindungan kepada calon tenaga kerja Indonesia (TKI) agar mereka tidak mengecewakan pasar dan pengguna di luar negeri.

"Perlindungan kepada TKI sudah diberikan sejak prapenempatan hingga penempatan, demikian pula dengan pelatihan yang berbasis kompetensi terutama untuk pekerja sektor informal," katanya.

Ia mengatakan, sejumlah dampak negatif penerapan CAFTA akan segera dirasakan terutama terjadinya persaingan yang tidak seimbang antara produk lokal dengan produk China.

Seminar itu menghadirkan sejumlah pembicara di antaranya Ketua DPD Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah, HM. As`ad, dan Ketua Umum Sumber Daya Manusia dan Sistem Sertifikasi Kompetensi Kamar Dagang Industri (Kadin) Jateng, Hertoto Basuki.

Pada kesempatan itu As`ad nampak menyoroti munculnya fatwa haram merokok yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia yang akan membuat pendapatan di sektor tembakau semakin berkurang.

"Hal tersebut tentu saja akan berimbas kepada tingkat kesejahteraan para pekerja dan petani tembakau. Padahal sektor pendapatan terbesar dari cukai rokok, tembakau, makanan, dan minuman (RTMM)," katanya.
(U.KR-ZLS/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010