Surabaya (ANTARA News) - Arsitektur Tionghoa di Indonesia bukan arsitektur China, karena karya arsitektur etnis Tionghoa di Indonesia ternyata tidak ditemukan di negeri "Tirai Bambu" itu.

"Saya sudah meneliti arsitektur etnis Tionghoa di Lasem dan Semarang (Jateng), lalu saya cari ke China, ternyata tidak ada," kata peneliti arsitektur Tionghoa, Dr Pratiwo M Arch, di Surabaya, Jumat.

Ia mengemukakan hal itu ketika berbicara dalam bedah buku karyanya berjudul "Arsitektur Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota" di Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya.

Menurut dia, dirinya mulai meneliti arsitektur China pada tahun 1988 ketika meneliti arsitektur China di Lasem (Jateng), kemudian melanjutkan studi ke Belgia (S2) dan Jerman (S3).

"Arsitektur China di Lasem (Jateng) dan Medan itu memiliki pendopo, kemudian saya teliti pendopo dalam arsitektur di Tiongkok, ternyata pendopo itu tidak ada di sana," katanya.

Hal itu berarti arsitektur Tionghoa di Indonesia itu merupakan arsitektur Indonesia dan bukan arsitektur China.

"Saya justru menemukan arsitektur etnis Tionghoa yang khas Indonesia itu mempengaruhi arsitektur Jawa, misalnya ruang di dalam rumah orang Jawa dan Tionghoa itu sama," katanya.

Ruang dalam arsitektur Tionghoa itu, katanya, ada tiga yakni ruang tengah, dua kamar, dan kamar itu mengapit ruang tengah.

"Bedanya, arsitektur Jawa itu berorientasi teras depan, sedangkan arsitektur China berorientasi teras depan dan belakang," katanya.

Ia mengatakan, pernyataan almarhum Gus Dur bahwa dirinya merupakan keturunan China dari marga Tan generasi ketujuh membuktikan bahwa Tionghoa dan Indonesia itu tidak berbeda.

Senada dengan itu, Kepala Laboratorium Sejarah Arsitektur dan Perkembangannya di UKP Surabaya Ir. Lukito Kartono M.Arch mengatakan imigran etnis Tionghoa yang masuk ke Indonesia membawa budaya.

"Budaya China yang masuk ke Indonesia dalam arsitektur itu antara lain ruang dalam rumah, bahan kayu pada rumah, dan kampung pecinan di sejumlah provinsi," katanya.

Bedah buku ditandai dengan deklarasi pembentukan "Komunitas Peta Hijau Surabaya" (KomPHiS) untuk memetakan kawasan bersejarah, kuliner, wisata, budaya, dan sebagainya di Kota Surabaya.

(T.E011/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010