Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Selatan (Sumsel) mengancam akan menggugat pemerintah daerah setempat, karena dinilai lamban menangani berbagai persoalan atas bencana alam yang melanda warga di daerah tersebut.

Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, di Palembang, Senin malam, menegaskan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan melayangkan gugatan kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten kota di daerah itu.

"Tidak lepas-lepasnya warga dilanda bencana, namun bentuk perhatian dari pemerintah minim sekali," kata dia.

Ia menyebutkan, sepanjang tahun 2010, Walhi Sumsel telah mencatat bencana banjir dan tanah longsor di daerahnya mencapai 86 kali.

Menurut Sadat, sering terjadi bencana yang melanda masyarakat, menunjukkan kelalaian pemerintah dalam melakukan penanggulangan bencana sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007.

Ia mengungkapkan, dalam UU tersebut pemerintah bertanggungjawab melakukan pencegahan, tanggap darurat dan rehabilitasi atas sebuah bencana yang rawan melanda masyarakat setempat.

Sadat menjelaskan, terdapat tiga poin pokok bentuk gugatan yang akan dilayangkan kepada Pemprov Sumsel.

Pertama, pemerintah gagal dalam menjamin pemenuhan masyarakat yang terkena bencana.

Kedua pemerintah gagal melindungi masyarakat dari bencana, dan ketiga, pemerintah gagal dalam mencegah penguasaan alam begitu luas terhadap dampak bencana.

Ia menambahkan, peringatan dini terhadap daerah yang rawan bencana seharusnya dilakukan secara terus-menerus, sehingga masyarakat juga turut dalam menjaga ekologi alam dari penebangan liar.


Sumber Bencana Ekologi

Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah setempat tidak berperspektif ekologi, ujar Yuliusman, staf Walhi Sumsel pula.

Menurut dia, bentuk pembangunan sebagai upaya peningkatan ekonomi kemasyarakatan hanya bersifat sementara.

Justru, menurut dia, bentuk eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang begitu besar mempengaruhi stabilitas alam.

Ia mencontohkan, ratusan ribu hektare hutan yang kondisinya rusak akibat penebangan liar dan juga pembukaan lahan perkebunan, tanpa memperhatikan kondisi alam.

Yuliusman menjelaskan bahwa pola industrialisasi memiliki dampak begitu besar terhadap ekologi, terlebih bila investasi yang didapat semata-mata mengacu pada kepentingan pasar bukan kepentingan rakyat.

Dia menilai, kalau untuk kepentingan rakyat, tentunya eksploitasi ditekan, sehingga tidak berdampak besar terhadap kondisi alam dan juga persediaan SDA untuk kelanjutan ekonomi bagi generasi mendatang. (B014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010