Mataram (ANTARA News) - Tim Pemantau Independen dan Panitia Pengawas Ujian Nasional SMA/MA/SMK 2010 Nusa Tenggara Barat, akan melaporkan 210 sekolah ke Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) karena terindikasi curang dalam pelaksanaan ujian nasional.

Rencana melaporkan 210 sekolah tersebut ke BNSP disampaikan Rektor Universitas Mataram (Unram) selaku Penanggung Jawab Tim Pemantau Independen UN di NTB, Prof. H. Sunarpi kepada wartawan di Mataram, Sabtu.

Menurut dia indikasi adanya kecurangan tersebut diketahui dari hasil pemindaian lembar jawaban ujian nasional (LJUN) siswa.

"Kami sudah selesai memindai semua LJUN dari total 367 sekolah yang menyelenggarakan UN termasuk sekolah yang bergabung. Hasilnya di salah satu ruangan pada 210 sekolah tersebut jawaban seluruh siswanya sama," kata Sunarpi.

Menurut Sunarpi dari 210 sekolah tersebut, 90 sekolah berada di wilayah Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah 41 sekolah, Lombok Barat 25 sekolah, Bima 24 sekolah, Lombok Utara sembilan sekolah, Kota Bima tujuh sekolah, Kabupaten Dompu lima sekolah, Sumbawa Barat tiga sekolah, Sumbawa tiga sekolah dan Kota Mataram tiga sekolah.

"Sekolah-sekolah itu baru terindikasi. Kami belum bisa mengatakan siswa atau sekolah itu positif berbuat curang dalam UN, karena kewenangan itu ada di BNSP," katanya.

Ia mengatakan pihaknya akan melaporkan data hasil pelaksanaan UN kepada BSNP termasuk LJUN yang sudah selesai dipindai. Hasil pemindaian tersebut akan dikaji kebenarannya oleh pusat penelitian pendidikan (Puspendik) kemudian diserahkan ke BSNP.

Laporan yang diserahkan Puspendik tersebut kemudian diverifikasi kebenarannya oleh BNS sebelum diserahkan ke Dinas Dikpora tingkat provinsi.

"Kami akan tunggu hasilnya nanti dari BNSP, apakah sekolah-sekolah yang terindikasi curang itu benar berbuat kecurangan. Kalau benar akan dipublikasikan ke media massa sesuai dengan apa yang di bilang oleh Kepala Dinas Dikpora NTB," ujarnya.

Sekretaris Tim Pemantau Independen UN NTB M. Irfan memperkirakan jawaban para siswa yang sama tersebut kemungkinan karena adanya jawaban palsu yang beredar melalui pesan singkat telepon seluler.

Jawaban palsu tersebut dipercayai sepenuhnya oleh para siswa, sehingga tidak memikirkan dampak yang akan ditimbulkan akibat perbuatannya.

"Siswa sepertinya lebih percaya dengan jawaban yang beredar lewat SMS. Mereka mungkin yakin itu jawaban yang akurat," ujarnya. (KR-WLD/E005)

Pewarta: Ardianus
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010