Baghdad (ANTARA News/AFP) - Sebuah bom meledak di daerah komersial Baghdad yang ramai, Rabu, menewaskan satu orang dan mencederai enam lain, sementara seorang imam Sunni, seorang perwira kontra-terorisme dan seorang pengendara sipil tewas dalam serangan-serangan terpisah di ibukota Irak tersebut, kata beberapa pejabat.

Dua orang lagi tewas ditembak dalam serangan di Mosul, Irak utara.

Baghdad diguncang rangkaian serangan bom sejak pemilihan umum 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas, yang mengarah pada kekhawatiran mengenai kevakuman politik dan keamanan.

Satu orang tewas dan enam lain cedera ketika sebuah bom meledak di toko olah-raga di jalan Al-Rasheed Baghdad yang ramai sekitar pukul 13.40 (pukul 17.40 WIB) dan menimbukan kerusakan besar pada bangunan, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.

Sebelumnya Rabu, Jendral Arkan Ali Mohammed, seorang perwira kontra-terorisme, tewas ketika bom yang dipasang pada mobilnya meledak di Lapangan Nisur di Baghdad barat sekitar pukul 08.00 (pukul 12.00 WIB).

Seorang pengendara sipil juga tewas pada hari yang sama dalam ledakan bom yang dipasang pada mobilnya di distrik Mansur di ibukota Irak tersebut.

Tujuh orang, termasuk seorang polisi, terluka dalam kedua serangan itu.

Dalam insiden keempat, Ghazi Juburi, seorang imam masjid Rahman di distrik Adhamiyah, Baghdad utara, ditembak mati oleh orang-orang bersenjata ketika ia pulang setelah melaksanakan sholat subuh, kata pejabat kementerian dalam negeri itu.

Di kota Mosul, Irak utara, dua prajurit tewas ketika orang-orang bersenjata menyerang mereka di sebuah pos pemeriksaan dan kemudian melarikan diri, kata seorang pejabat.

Kekerasan turun secara dramatis di Irak sejak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, namun serangan-serangan masih terus terjadi di Baghdad dan daerah lain.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.

Jumlah korban tewas akibat kekerasan di Irak turun hingga sepertiga menjadi 275 pada Juli, bulan pertama pasukan Irak bertanggung jawab atas keamanan di daerah-daerah perkotaan sejak invasi pimpinan AS pada 2003.

Kekerasan menurun secara berarti di Irak dalam beberapa bulan ini, namun serangan-serangan meningkat menjelang penarikan militer AS, dan 437 orang Irak tewas pada Juni -- jumlah kematian tertinggi dalam kurun waktu 11 bulan.

Perdana Menteri Nuri al-Maliki memperingatkan pada Juni bahwa gerilyawan dan milisi mungkin meningkatkan serangan mereka dalam upaya merongrong kepercayaan masyarakat pada pasukan keamanan Irak. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010