Semarang (ANTARA News) - Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengan telah mengantongi 10 dugaan pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten dan kota di Jateng.

Apung Widadi, Koordinator Divisi Politik dan Anggaran KP2KKN Jawa Tengah, di Semarang, Kamis, mengatakan sejumlah dugaan pelanggaran tersebut seperti politik uang, mobilisasi pegawai negeri sipil (PNS), penggunaan tempat ibadah, serta bagi-bagi pulsa dan barang elektronik.

"Sejumlah dugaan pelanggaran tersebut, di antaranya di temukan di Kota Semarang, Kota Solo, dan Kabupaten Kebumen yang sudah memasuki masa kampanye dan pencoblosan," katanya.

Apung mengatakan, politik uang paling sering ditemukan di beberapa daerah di antaranya di Kota Surakarta yang dilakukan simpatisan PKS dari pasangan Joko Widodo-FX Hadi Rudyatmo (Jo-Dy) dengan menyeberang ke pasangan Eddi Wirabhumi-Supradi Kertamenawi (Wi-Di) diduga karena adanya politik uang sebelum penetapan calon wali kota dan wakil wali kota.

"Pada masa kampanye panwaslu setempat (Surakarta, red.) menemukan adanya sejumlah dugaan pelanggaran yang dimulai sejak Jumat (9/4) seperti pembagian sembako," katanya.

Di Kota Semarang, pada saat kampanye ditemukan dugaan politik uang yang dilakukan oleh pasangan Soemarmo-Hendi. Politik uang diduga juga terjadi pada saat pemungutan suara Pilkada Kebumen pada Minggu, 11 April 2010. Panwaslu Kebumen menemukan praktik politik uang di 10 kecamatan dari 26 kecamatan di Kebumen dengan barang bukti lebih dari Rp1 juta.

"Dugaan politik uang yang ditemukan di Kebumen tersebut, disinyalir tidak hanya dilakukan oleh tim kampanye, akan tetapi juga kelompok penjudi," katanya.

Ia menambahkan, dugaan mobilisasi pegawai negeri sipil (PNS) calon wali kota Joko Widodo diduga melakukan politisasi birokrasi untuk kepentingan pilkada yang dilakukan sebelum penetapan calon wali kota dan wakil wali kota.

Apung menambahkan, permasalahan korupsi pilkada tersebut disebabkan karena rendahnya kualitas personel lembaga penyelenggara pilkada yaitu KPU, kurang progresifnya Panwaslu, serta minimnya pendidikan politik dan pendidikan antikorupsi kepada masyarakat pemilih.
(U.N008/Z002/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010