Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menekankan hasil riset perdana yang dilakukan think tank Brain Society Center (BS Center) yang dipimpin Prof Didin Damanhuri bersama para akademisi dan pakar lainnya, memperlihatkan vaksinasi bukanlah satu-satunya jawaban dalam memulihkan ekonomi nasional.

Penelitian itu bertajuk "Vaksin Covid-19 dan Arah Pemulihan Ekonomi Indonesia".

Soesatyo menilai pasca-vaksinasi massal, namun tidak serta merta masyarakat bisa leluasa beraktivitas seperti sebelum pandemi Covid-19.

"Masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan karena menurut Ketua Tim Riset uji klinis vaksin Covid-19 Unpad, Prof Kusnadi Rusmil, perlu dua tahun untuk kembali normal. Pernyataan mengejutkan juga diutarakan ahli kesehatan global, Prof Peter Doshi, yang menilai warga dunia kemungkinan kecewa karena vaksin hanya mengurangi risiko infeksi 30 persen," kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Ketua MPR sebut ada dorongan masyarakat agar haluan negara dihidupkan

Hal itu dia katakan saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi dan pelucuran buku BS Center yang bertajuk "Vaksin Covid-19 dan Arah Pemulihan Ekonomi Indonesia", di Jakarta, Selasa (10/11).

Ia menjelaskan, selain membutuhkan waktu untuk kembali pada kondisi 'normal' dari perspektif medis, masih ada pekerjaan rumah lain, khususnya pada upaya pemulihan perekonomian nasional.

Menurut dia, dampak pandemi yang telah memukul sektor perekonomian dan menempatkan Indonesia pada jurang resesi, memerlukan upaya ekstra untuk dapat kembali pulih.

"Pada sektor perekonomian, dampak pandemi telah dirasakan hampir pada seluruh bidang dan tingkatan. Tidak hanya mayoritas sektor UMKM yang mengalami pukulan keras, pengusaha-pengusaha besar juga turut merasakan dampaknya," ujarnya.

Baca juga: Bamsoet ajak masyarakat dukung realisasi anggaran pulihkan ekonomi

Ia menjelaskan, setelah mengalami kontraksi kinerja pertumbuhan ekonomi pada dua kuartal berturut-turut, yaitu minus 5,32 persen pada kuartal II tahun 2020, dan minus 3,49 persen pada kuartal III 2020.

Karena itu menurut dia, sebagaimana telah diprediksikan sebelumnya, saat ini Indonesia mengalami resesi ekonomi, pandemi telah menggerus dua sisi perekonomian, baik dari sisi penawaran dan permintaan.

"Kebijakan pembatasan aktivitas perekonomian secara fisik telah menyebabkan penurunan aktivitas jual beli, terganggunya proses produksi, terhambatnya distribusi, dan berbagai persoalan lain yang bermuara pada penurunan pendapatan. Pada akhirnya berujung pada meningkatnya angka pengangguran karena pemutusan hubungan kerja," katanya.

Baca juga: Ketua MPR minta pemerintah tetap berikan bantuan COVID-19

Ia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Agustus 2020 tercatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 9,77 juta orang, atau mengalami kenaikan sebesar 2,67 juta. Bahkan menurut dia, BAPPENAS memperkirakan jumlah pengangguran pada tahun 2020 akan mencapai 11.000.000 orang.

"Mengantisipasi agar tak terjadi PHK massal, pemerintah telah memberikan banyak stimulus kepada korporasi. Antara lain insentif tax allowances dan 'ax holiday, bentuknya seperti penurunan tarif PPH badan dengan pagu anggaran Rp20 triliun," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah dan parlemen sudah mengesahkan UU Cipta Kerja, yang diharapkan mampu menarik investor untuk membuka usaha di Indonesia, sehingga bisa menyerap banyak tenaga kerja Indonesia.

Baca juga: Demi pemulihan ekonomi, Ketua MPR RI minta dukungan parlemen Turki

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020