Surabaya (ANTARA News) - Masyarakat desa di Tanah Air sudah mulai melek hukum, setidaknya sudah ada beberapa kasus "sepele" yang berakhir di meja hijau.

Namun, umumnya kasus yang terjadi terkait ekonomi dengan pencurian katagori ringan, seperti mengambil tanpa izin pemilik pisang, semangka atau kakao.

Kini tidak hanya masalah pencurian buah atau sayur, kasus pelecehan seksual di desa juga sudah menjarah ranah hukum. Seperti yang terjadi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Seorang pria berusia sekitar 40 tahun di Trenggalek terpaksa harus mendekam di penjara hanya gara-gara iseng mencium seorang janda tua, tetangganya.

"Kasus ini menjadi sensitif karena masyarakat sekitar (tetangga korban maupun terdakwa) justru membela tersangka," kata jaksa penuntut umum, Agustini, di sela sidang di PN setempat, Selasa (20/4).

Pria "apes" itu diidentifikasi berinisial Srn, warga Dukuh Pucung, Kelurahan Tamanan, Kecamatan-Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Dia telah mendekam di balik jeruji besi sejak kasus yang membelitnya dilimpahkan dari kepolisian ke Kejaksaan Negeri Trenggalek, sekitar Maret 2010.

Skandal unik yang berujung pidana itu, sebenarnya telah terjadi pada 5 November 2009 lalu. Namun, kasusnya baru dilaporkan polisi menjelang awal Tahun Baru 2010 dan Selasa (20/4) siang, memasuki tahap persidangan kedua.

"Sidang pertama dilakukan pekan lalu (13/4) dengan agenda pembacaan dakwaan. Hari ini (Selasa) merupakan sidang kedua dengan agenda langsung pada materi pemeriksaan saksi-saksi," tutur Agustini.

Kepada ANTARA, Jaksa Agustini beberapa kali mewanti-wanti supaya kasus tersebut tidak diekspose di media.

Dia beralasan, selain sensitif, pihaknya khawatir dengan tekanan psikologis yang dialami korban lantaran banyak masyarakat yang justru tidak mendukung langkah hukum yang ditempuhnya.

"Kasihan dia (korban) jika terus-terusan mendapat `tekanan` dari masyarakat sekitar. Masalahnya sudah berat, jangan dibebani lebih berat lagi," dalih Agustini.

Apa yang disampaikan Jaksa Agustini tidak berlebihan. Pantauan ANTARA, selama proses persidangan yang berlangsung mulai pukul 12.00 hingga 15.00 WIB, ratusan warga Tamanan dan sekitarnya terlihat antusias mengikuti jalannya sidang.

Uniknya, mereka bukan mendukung Sri (50) yang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) jaksa menjadi korban atau sasaran pelecehan seksual.

Sebaliknya, warga yang terdiri atas bapak-bapak, ibu-ibu, dan sejumlah pemuda kampung dari Kelurahan Tamanan itu, justru mendukung Srn yang duduk di kursi terdakwa dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual terhadap janda Sri, tetangganya.

"Warga banyak yang tidak suka sama keluarga korban karena selain dikenal sombong, janda itu dikenal suka `menggoda`," kata salah seorang warga yang tidak mau disebut namanya.

Beberapa warga lain secara tidak langsung juga menyiratkan pendapat yang sama. Tetapi mereka rata-rata tidak mau bercerita secara detail mengenai kronologi kejadian pelecehan seksual dimaksud.

Mereka beralasan tidak tahu pasti. Namun jika ditanya mengenai sikap mereka dalam kasus tersebut, mereka seperti kompak menyatakan dukungannya terhadap Srn, terdakwa.

Sikap itu bahkan mereka tunjukkan tatkala menyaksikan sidang dari luar ruang pengadilan. Mereka bahkan tidak segan mencemooh korban yang saat itu mencoba bersikap tenang di dalam ruang sidang.

Kasus unik
"Kasus ini memang unik. Unik karena selain masalah ini sebenarnya sepele, tapi terkesan dipaksakan penyidik mengingat saksi-saksi sangat lemah. Kejadiannya juga sudah lama dan tidak ada barang bukti," kata Patoyo, kuasa hukum terdakwa.

Sesuai dakwaan, Srn diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap janda Sri dengan cara mencium bibir dan payudara korban. Kejadiannya sesuai BAP terjadi pada tanggal 5 November 2009, siang, di ruang tamu rumah korban.

Kronologinya, Srn waktu itu sedang melintas di depan rumah si janda lalu ditawari makanan roti oleh korban. Terjadilah dialog ringan dengan nada bercanda namun "menjurus" pada persepsi mesum.

Karena merasa diberi "angin", terdakwa Srn lalu masuk rumah korban dan langsung menciumi si janda.

Tidak ada saksi dalam kejadian tersebut. Kasus penyerangan seksual itu juga tidak langsung dilaporkan korban ke polisi.

Namun beberapa lama kemudian, si janda akhirnya mengadu pada anggota keluarga lain hingga akhirnya terjadilah skenario untuk mengkonfrontasi keterangan dari Srn langsung di rumah korban disaksikan perangkat RT dan beberapa warga.

"Dia (Srn) akhirnya memang mengakui perbuatannya. Tapi waktu itu dia di bawah tekanan, sehingga keterangannya dicabut. Pengakuan yang disaksikan RT dan beberapa warga inilah yang kemudian dijadikan alat bukti untuk melaporkan Srn ke polisi waktu itu," kata Patoyo membela kliennya.

Apapun hasil persidangan tersebut, Srn saat ini diancam menggunakan pasal 289 KUHP tentang tindak pidana penyerangan kehormatan susila orang lain. Ancaman hukuman atas pasal 289 KUHP ini maksimal adalah sembilan tahun penjara.

Selain jaksa juga menambahkan dakwaan subsider menggunakan pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Ancaman hukuman untuk dakwaan subsider ini adalah 18 bulan penjara. (C004/J006)

Pewarta: Chandra HN Ichwani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010