Seoul (ANTARA News) - Kantor-kantor berita di kawasan Asia dan Pasifik yang para CEO- nya berkumpul di Seoul, Kamis, bersumpah lebih menguatkan kerja sama untuk membantu menciptakan persepsi dan citra positif negara-negara di kawasan ini.

"Ada banyak kesalahpahaman tentang apa yang terjadi di Iran, Indonesia dan China, dalam pemberitaan internasional. Itulah tantangan untuk terus mengatasi ketidakseimbangan dalam arus informasi yang masih didominasi oleh media Barat," kata Presiden OANA Ahmad Mukhlis Yusuf yang memimpin OANA Summit Congress yang dibuka oleh Perdana Menteri Korea Selatan Chung Un-Chan.

Mukhlis Yusuf yang juga Dirut Perum LKBN ANTARA adalah Presiden OANA yang beranggotakan 40 kantor berita dari 33 negara di kawasan Asia Pasifik.

Mukhlis Yusuf sudah tiga tahun terakhir ini memimpin OANA berjuang untuk keseimbangan informasi di media global yang masih dikuasai kantor berita multinasional.

"Kami ingin lebih didengar lebih keras dan lebih kredibel. Isu di Asia Pasifik harus dilaporkan oleh wartawan Asia Pasifik secara lebih kredibel. Isu di Korea sepantasnya diberitakan kredibel oleh kantor berita Yonhap, China oleh Xinhua dan Indonesia oleh ANTARA," katanya.

Untuk itu, katanya, kerja sama pertukaran berita antaranggota OANA perlu ditingkatkan baik dalam bentuk teks, foto, video maupun program TV.

Bukan Ancaman

Pakar komunikasi dari Universital Nasional Seoul, Nam Jung Kang, yang menjadi narasumber KTT Media Asifik itu menegaskan Internet dan jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan Youtube, bukan ancaman bagi eksistensi kantor berita, melainkan sebuah peluang dan pasar baru yang menarik untuk bisnis.

"Internet tidak akan membunuh kantor berita sepanjang kita tetap kompetitif sebagai pemasok berita-berita yang terpercaya," katanya.

Kantor berita, kata Nam Jung Kang, harus tetap taat pada nilai-nilai dasar tradisional yaitu sebagai pemasok informasi yang akurat dan terpercaya. Sejak kantor berita lahir lebih dari 150 tahun lalu, kantor berita memberitakan informasi yang cepat dan akurat.

Kini kantor berita menghadapi media baru seperti Internet dan telepon genggam yang bisa menyampaikan berita lebih cepat dan lebih luas ketimbang kantor berita.

Namun, oleh karena media baru itu bukan lembaga pers, maka orang tetap membutuhkan kantor berita dan media tradisional seperti surat kabar, radio dan televisi. (*)

Pewarta: Luki Satrio
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010