Pekanbaru (ANTARA News) - Dua batang kayu sungkai yang telah menjadi fosil menjadi tanda keberadaan makam Syekh Burhanuddin, penyiar agama Islam dan guru besar Tarekat Naqsabandiyah yang terdapat di Desa Kuntu, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Riau.

"Kayu sungkai yang telah menjadi batu dan menjadi nisan Syekh Burhanuddin, merupakan pertanda bahwa inilah makam sebenarnya tuan guru besar Tarekat Naqsabandiah yang berada di Kuntu," ujar juru kunci makam, Sukarna (59) saat ditemui di Kuntu (sekitar 90 kilometer dari Pekanbaru), Senin.

Ia mengatakan, tanaman sungkai banyak terdapat di daerah itu dan menjadi tanaman keras yang banyak dimanfaatkan masyarakat karena bernilai jual tiggi.

Menurut dia, dua batang kayu sungkai yang menancap di makam Syekh Burhanuddin tidak pernah dipindahkan atau pun dicabut, karena batang tersebut tertancap kokoh sebagai penanda bagian kepala dan ujung kaki dari makam.

Dua batang sungkai itu di bagian kepala setinggi lebih kurang 1,5 meter dan bagian kaki sekitar setengah meter.

Ia mengatakan, saat pertama kali dia menemukan makam tersebut pada tahun 1990, kawasan tersebut merupakan hutan belukar bahkan butuh waktu dua hari dari perkampungan penduduk yang hanya berjarak sekitar dua kilometer untuk mencapai makam.

Keinginannya menemukan makam Syekh Burhanuddin itu atas perintah seorang ulama di kampungnya di Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sahilan, Kampar, yang mengatakan ada makam penyebar agama Islam di tengah hutan belantara Desa Kuntu.

"Pertama kali saya menemukan makam ini, nisan batang sungkai sebagai pertanda kuburan telah ada. Bahkan di sekitar makam telah terdapat empat tonggak yang terbuat dari semen dan rantai besi mengelilingi makam," katanya.

Sukarno mengatakan, jauh sebelum dia bersama Sekretaris Desa Kuntu Jabri menemukan makam tersebut, makam itu dulunya pada zaman Belanda telah ditemukan dan dipelihara baik.

"Namun, sayangnya makam tersebut kemudian tidak terpelihara, dikelilingi hutan belukar. Tapak surau tempat Syekh menyebarkan agamanya juga ada ditemukan tidak jauh dari lokasi makam. Sayangnya surau itu telah roboh," ujar Sukarno.

Perihal batang sungkai yang menandai makam penyebar agama Islam di Sumatra itu, menurut Sukarno dari cerita masyarakat setempat pernah ada seekor gajah yang ingin mencabut batang tersebut, namun batang kayu berdiameter sekitar 60 centimeter itu tidak tercabut malah gajah yang mati.

"Sebagai warga asli daerah ini, kami hanya tahu ada makam keramat dari tuanku guru Syekh Burhanuddin. Makam ini dulunya memang tidak terpelihara tapi kini telah direhab dan dijadikan situs cagar budaya," ujar Siman salah seorang warga masyarakat Kuntu.

Ia mengaku, sejak makam tersebut ditemukan lagi banyak warga dari luar daerah dan luar negara berdatangan ke Kuntu. Mereka melakukan takziah bahkan penganut Tarekat Naqsabandiah tiap usai hari raya enam selalu mengunjungi makam tersebut.
(E010/B010)

Pewarta:
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010