Kuala Lumpur (ANTARA News) - Migrant Care Malaysia telah melakukan investigasi dengan menanyakan saksi-saksi kasus penembakan tiga tenaga kerja Indonesia asal Sampang, Madura, 16 Maret 2010 mengenai kronologis penjemputan polisi Malaysia terhadap mereka.

"Direktur Eksekutif Migrant Care Malaysia Alex Ong tadi wawancarai saya. Menanyakan kronologis penjemputan tiga tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Sampang itu oleh polisi Malaysia," kata Ghazeli, di KBRI, Kuala Lumpur, Kamis.

Ghazeli merupakan saksi peristiwa tersebut dan juga saudara dari salah seorang korban.

Direktur Eksekutif Migrant Care Alex Ong dan Suara Rakyat Malaysia (Suaram) Lukas telah mengatakan akan melakukan investigasi kasus penembakan tiga TKI asal Madura oleh polisi Malaysia.

Hasil investigasi akan diserahkan ke parlemen Malaysia, BAR Council (asosiasi pengacara Malaysia) dan berbagai LSM hak asasi manusia lainnya di Malaysia.

"Kami targetkan hasil investigasi ini akan selesai akhir bulan April setelah itu kami serahkan ke parlemen, BAR Council dan LSM lainnya," kata Alex Ong.

Migrant Care dan Suaram lakukan investigasi atas kasus ini setelah bertemu dan berdialog dengan wakil Dubes Tatang B Razak dan mendengar bahwa KBRI telah menerima laporan yang berbeda mengenai penembakan tiga TKI asal Sampang Madura. Satu versi polisi Malaysia dan satu lagi versi para teman-teman korban penembakan.

Menurut laporan polisi, tiga TKI bernama Muchlish (25 tahun), Musdi (36) dan Abd Sanu (30) adalah anggota Geng Gondol yang terlibat dalam 19 perampokan rumah di berbagai negara bagian Malaysia.

Versi polisi, Selasa, 16 Maret 2010, sekitar pukul 03.30 waktu setempat mobil patroli polisi bertabrakan dengan sedan Proton Waja. Mobil sedan itu kemudian melarikan diri tapi naas tak jauh dari situ menabrak sebuah pohon dekat danau Kota Putri, Kuala Selangor.

Keluar tiga penumpang satu membawa senapan dan dua lainnya membawa parang. Mereka langsung menyerang polisi. Polisi mengaku telah memberikan tembakan peringatan tapi diabaikan sehingga ketiga ditembak mati. Ketiganya kemudian dikenal namanya Muchlish, Musdi dan Abd Sanu merupakan anggota geng perampok.

Namun ada laporan yang berbeda dari teman dan saudara korban. Salah satunya Ghazeli yang menyaksikan ketiga TKI dan merupakan sepupunya diambil baik-baik oleh polisi Malaysia, Senin tengah malam (15/3).

Ghazeli sebagai seorang saksi menceritakan testimoninya pada malam tiga TKI yakni Muchlish), Musdi dan Abd Sanu dibawa oleh polisi Malaysia secara baik-baik saat main internet.

Menurut Ghazeli, ia dan tiga korban saat itu sedang main internet di internet cafe di dalam apartemen Harmoni, Damansara, Senin (15/3) malam. Banyak TKI dan warga Malaysia saat itu sedang asyik main internet di sana.

Menjelang tengah malam, datang sekitar 9-10 orang mengaku polisi memeriksa identitas semua yang ada di internet cafe. Setelah itu, polisi pisahkan mana warga Malaysia dan warga Indonesia. Ketiga TKI itu yakni Muchlish, Musdi, dan Abd Sanu saat itu membawa paspor yang dilengkapi izin kerja.

Ketiga korban itu kemudian diminta keluar lebih dahulu sambil dikawal polisi. Sisanya disuruh pulang ke rumah masing-masing. "Setelah keluar, saya coba telepon ketiga sepupu saya itu tapi tidak ada jawaban tapi handphone mati, kata Ghazeli.

Esoknya Selasa (16/4), ia mencari nasib tiga kawan sekaligus sepupunya di semua kantor polisi. Jawabannya sangat minim.

Hari Rabu (17/4), salah seorang teman tiba-tiba membawa koran Malaysia yang menceritakan tiga TKI yakni Muchlish, Musdi, dan Abd Sanu telah ditembak mati. "Saya lihat foto-fotonya ternyata benar semua korban adalah teman sekaligus saudara sepupu telah ditembak mati," katanya.

Bersama-sama dengan teman-teman kemudian melihat jenasah di RS Tanjung Karang ternyata betul ketiga korban itu adalah Muchlish, Musdi, dan Abd Sanu. "Saya langsung memberikan laporan kepada KBRI atas peristiwa ini.

Oleh KBRI, Ghazeli dan beberapa temannya yang menjadi saksi bahwa tiga korban diambil baik-baik oleh polisi Malaysia, kemudian memberikan laporan polisi ke kantor polisi Daman Sara." katanya.  (A029/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010