Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional, Hudi Hastowo, mengatakan Indonesia baru memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir antara tahun 2018 dan 2020, atau mundur dari jadwal semula.

"Sudah pasti mundur, dan tidak mungkin pada tahun 2016," kata Kepala BATAN Hudi Hastowo pada diskusi tentang "Mengenang 24 Tahun Kecelakaan Chernobyl" di Jakarta, Jumat.

Ia mengingatkan masyarakat bahwa kebutuhan energi listrik pada masa depan akan sangat tinggi. Karena itu, PLTN harus menjadi salah satu bagian dari rencana pengembangan energi nasional agar kebutuhan tersebut bisa mencukupi.

"Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ini tidak menegasikan energi alternatif lainnya karena PLTN hanya melengkapi saja agar tetap bisa cukup. Semua energi juga masuk dalam rencana pengembangan, baik panas bumi, air, angin, surya, maupun biomassa," katanya.

Potensi panas bumi Indonesia sebesar 28 gigawatt (GW), menurut dia, belum mencukupi. Demikian pula tenaga air yang semakin terbatas, tenaga angin yang kecepatannya tidak memenuhi syarat, tenaga surya yang pengadaan sel suryanya sangat mahal, dan energi alternatif lainnya.

Ia juga menegaskan bahwa teknologi PLTN saat ini sudah jauh lebih maju dibanding dengan teknologi masa lalu. Apalagi sangat menekankan keselamatan dengan hadirnya konsep PLTN generasi IV yang aman, ekonomis, dan limbahnya minimal.

Selain itu, sejak kejadian Chernobyl telah lahir berbagai konvensi yang secara administratif lebih meningkatkan keselamatan nuklir, misalnya Nuclear Safety Convention yang tidak memungkinkan suatu negara menyembunyikan informasi terkait keselamatan PLTN.

Juga lahir Konvensi Early Warning Notification on Nuclear Accident yang mengikat negara anggota untuk melaporkan sesegera mungkin suatu kecelakaan pada fasilitas nuklirnya sehingga negara lain bisa segera meresponnya.

Konvensi tentang Third Party Liability juga disepakati untuk memberi jaminan pihak ketiga yang dirugikan akibat tindakan suatu fasilitas nuklir, ujarnya.

"Indonesia sudah meratifikasi semua konvensi internasional yang dibutuhkan sebelum masuk ke era PLTN," katanya.
(T.D009/D007/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010