Baghdad (ANTARA News/AFP) - Al-Qaeda mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan bulan lalu yang menewaskan seorang pemimpin anti-teror Irak dan melukai parah seorang eksekutif stasiun televisi, menurut sebuah situs muslim garis keras, Senin.

Dalam sebuah pernyataan bertanggal 1 Mei, kelompok itu mengatakan, mereka melancarkan serangan pada 14 April yang menewaskan Jendral Arkan Ali Mohammed, perwira tinggi yang menangani pemberantasan terorisme, di Lapangan Nisur, Baghdad barat.

Kelompok itu mengatakan bahwa sehari sebelumnya, gerilyawan Al-Qaeda mendalangi pemasangan bom di mobil eksekutif TV Omar Ibrahim Rasheed, yang meledakkan kakinya.

Rasheed (40), direktur hubungan masyarakat untuk televisi Rasheed dan seorang ayah empat anak, sedang berangkat ke tempat kerjanya ketika ledakan itu terjadi. Dua tetangganya, yang menumpang di mobilnya, dan enam orang yang sedang lewat juga terluka dalam serangan itu.

Al-Qaeda telah mengklaim bertanggung jawab atas 23 serangan pada April, menurut pernyataan yang dipasang di situs jihadis Honein.

Data di kementerian-kementerian kesehatan, dalam negeri dan pertahanan menunjukkan bahwa 328 orang -- 274 warga sipil, 39 polisi dan 15 prajurit -- tewas dalam serangan-serangan pada April. Angka itu sedikit lebih kecil dibanding dengan 12 bulan lalu yang mencapai 355 orang.

Juga pada April, dua pemimpin tinggi Al-Qaeda tewas dalam serangan gabungan AS-Irak.

Abu Omar al-Baghdadi, pemimpin politik Al-Qaeda di Irak, dan Abu Ayub al-Masri, militan Mesir dan "menteri perang" kelompok itu, tewas dalam serangan gabungan tersebut.

Kekerasan turun secara dramatis di Irak sejak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, namun serangan-serangan masih terus terjadi di Baghdad dan daerah lain.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010