Jakarta (ANTARA News) - Sekelompok mahasiswa yang menamakan diri Jaringan Mahasiswa Nasionalis (Jaman) melakukan unjuk rasa di Kantor HSBC, Jakarta, meminta agar bank itu tidak mempersulit pemberian kredit kepada industri minyak sawit nasional hanya karena terpengaruh laporan LSM asing mengenai kondisi kelapa sawit di Indonesia.

"Kampanye LSM Greenpeace menuding produksi minyak sawit nasional di bawah standar. Ini sangat merugikan perekonomian nasional," kata Koordinator Aksi, Agus, di depan sekitar 100 orang dari berbagai elemen mahasiswa, Selasa.

Akhir April lalu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mengeluhkan bahwa Bank Dunia dan beberapa bank asing seperti HSBC dan Rabo Bank, mempersulit penyaluran kredit perbankan, khususnya industri CPO (minyak sawit mentah) nasional. "Yang secara tegas-tegas itu IFC (afiliasi World Bank, International Finance Corporation). Yang lain tidak mengatakannya," kata Sekjen Gapki Joko Supriyono.

Agus meminta bank asing tidak termakan kampanye hitam LSM Greenpeace yang menuding produksi minyak sawit nasional di bawah standar. Ia mengatakan, sudah ada korban diskriminatif bank-bank asing itu.

"Kok mereka percaya dengan kampanye hitam yang belum tentu kebenarannya. Kami curiga, ini permainan kekuatan neokolonialisme untuk melemahkan industri sawit nasional," tegas Agus.

Dalam unjuk rasa yang dimulai pukul 13.00 WIB itu, Jaman menyerukan tuntutan antara lain mendesak HSBC untuk kembali mendukung produksi sawit nasional.

Agus mengatakan, lima perwakilan mahasiswa diterima oleh pihak HSBC. Menurut Andi, pihak HSBC menyatakan masih mempunyai komitmen terhadap petani sawit di Indonesia. Namun demikian, Agus mengatakan akan tetap memantau komitmen bank tersebut.

Massa Jaman merupakan gabungan dari berbagai elemen mahasiswa dari HMI, PMII, GMNI, BEM Unisma, BEM MP, Univ Asy-Syafiiyah, UIJ, UBK, Univ Az-Zahra, Univ Jayabaya, BSI, Univ Ibnu Chaldun, Unas, dan UIN.

Sebelumnya, Sekjen Gapki, Joko Supriyono, mengatakan, para LSM asing bidang lingkungan mencoba melobi lembaga-lembaga keuangan internasional untuk menghambat penyaluran kredit bank ke sektor sawit Indonesia dengan memperketat persyaratan kredit.

Jika hal itu berlanjut, tambahnya, akan memperparah masa depan industri kelapa sawit Indonesia, bahkan mengancam ekspansi perusahaan-perusahaan sawit.

Dia mengatakan, selama ini perkebunan kelapa sawit di tanah air menjadi primadona pertumbuhan ekonomi nasional karena menyediakan lapangan kerja bagi satu juta orang dan menjadi mata pencaharian bagi 1,9 juta petani kecil.

Industri CPO menyumbangkan pendapatan ekspor senilai 12,4 miliar dolar AS pada 2008 dan 10,4 miliar dolar AS pada 2009.(*)

(T.U002/M012/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010