Jakarta, 12/5 (ANTARA) - Pada hari Selasa (11/5), Menteri Keuangan meresmikan operasionalisasi PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (PT PII), atau Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), sebuah institusi penting yang dirancang untuk mendukung pengembangan proyek-proyek Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP) infrastruktur di Indonesia. Perusahaan yang telah memperoleh pengesahan Badan Hukum dari Menkumham pada 27 Januari 2010 tersebut telah siap beroperasi penuh untuk menyediakan penjaminan terhadap proyek-proyek infrastruktur dengan skema KPS sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 yang telah diamandemen dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010.

     PT PII merupakan Guarantee Fund yang akan menangani proses penjaminan bagi kewajiban finansial sektor publik dalam kontrak kerjasama/konsesi dengan sektor swasta. Sektor publik yang disebut sebagai Contracting Agency yaitu Kementerian, BUMN dan Pemerintah Daerah. Guarantee Fund perlu dibentuk karena pembangunan proyek infrastruktur Indonesia memerlukan modal yang besar. Dalam kurun lima tahun mendatang estimasi kebutuhan pendanaan infrastruktur Indonesia mencapai Rp 1.429 triliun, di mana sekitar Rp 511 triliun akan bersumber dari APBN dan sisanya dari partisipasi swasta, BUMN maupun Pemda. Sekitar Rp 407 triliun dari total Rp 918 triliun yang bersumber dari non-APBN diharapkan diperoleh dari sektor swasta melalui skema PPP. Oleh karena itu, menyadari kebutuhan akan kontribusi swasta yang tidak kecil, Pemerintah menyiapkan suatu kerangka terpadu mulai dari proses penyiapan proyek, pengadaan tanah, pendanaan proyek termasuk penyediaan penjaminan atas berbagai risiko proyek, utamanya risiko politik. Berbagai institusi untuk menyediakan instrumen yang mendukung telah dibentuk, antara lain pembentukan Land Fund (baik berupa land capping maupun revolving fund), Infrastructure Fund dan Guarantee Fund.

     Selain itu, PT PII diharapkan menunjang masuknya pendanaan dari swasta untuk sektor infrastruktur di Indonesia melalui peningkatan kelayakan kredit (creditworthiness) dan kualitas proyek-proyek PPP infrastruktur. PT PII dapat memberikan jaminan kepada sektor swasta atas berbagai risiko yang mungkin timbul sebagai akibat dari tindakan Pemerintah, khususnya yang dialokasikan kepada Contracting Agency, antara lain: keterlambatan atau kegagalan dalam pengadaan tanah, perijinan, lisensi, financial close, perubahan peraturan perundangan, wanprestasi baik yang terkait dengan pendapatan, volume atau penjualan, tarif dan lainnya, kegagalan untuk mengintegrasikan proyek dengan jaringan/infrastruktur eksisting, serta risiko terminasi. Penjaminan dapat diberikan untuk periode pra-konstruksi, konstruksi maupun operasi. PT PII dapat menjamin berbagai sektor antara lain infrastruktur listrik, air, jalan, jembatan, pelabuhan, kereta api, telekomunikasi dan migas.

     Selanjutnya, PT PII akan menjadi pelaksana dari kebijakan penjaminan Pemerintah, khususnya terkait dengan kebijakan satu pintu atau Single Window Policy untuk mengevaluasi proyek, menstruktur penjaminan dan memproses klaim. Hal ini untuk memastikan transparansi dan konsistensi dari evaluasi proyek dan pemrosesan penjaminan dan klaim.

     Menteri Keuangan menegaskan bahwa dengan dibentuknya PT PII, pengelolaan penjaminan proyek infrastruktur dilakukan dengan proses yang lebih transparan, konsisten dan kredibel, sehingga dapat meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness) proyek, meningkatkan kualitas proyek PPP dan menyempurnakan pengelolaan kewajiban kontinjensi Pemerintah sehubungan dengan penerbitan jaminan.

     PT PII akan mendorong peningkatan kualitas penyiapan proyek PPP di Indonesia melalui pemberian penjaminan kepada proyek yang disiapkan memenuhi standar internasional. Dalam hal suatu proyek tidak memenuhi kriteria penyiapan proyek PT PII, maka PT PII akan memberikan petunjuk rinci kepada Contracting Agency untuk penyempurnaan penyiapan proyek yang membutuhkan penjaminan melalui PT PII. Dengan adanya proses penjaminan dan alokasi risiko yang jelas dan lebih pasti akan memungkinkan pihak swasta untuk menutupi risiko yang sulit mereka tanggung dengan cara lainnya, sehingga diharapkan persepsi risiko atas proyek-proyek infrastruktur di Indonesia menjadi menurun. Hal ini akan dapat menurunkan biaya pendanaan proyek infrastruktur dan mengundang lebih banyak partisipasi swasta.

     Untuk menunjang kebijakan penjaminan, Pemerintah telah menyuntikkan dana sebagai Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1 Triliun melalui APBN 2009. Direncanakan akan ada tambahan PMN senilai Rp 1 Triliun lagi melalui APBN 2010, untuk meningkatkan kapasitas penjaminan PT PII. Mengingat nilai proyek infrastruktur yang relatif besar, kemampuan PT PII untuk menyediakan penjaminan akan ditingkatkan melalui penambahan PMN secara bertahap. Dalam menutupi kebutuhan penjaminan suatu proyek, PT PII dapat memanfaatkan neraca sendiri, lembaga multilateral seperti World Bank, maupun neraca Pemerintah.

     Saat ini, PT PII sedang dalam proses untuk memperoleh dukungan penjaminan bersama dari World Bank senilai USD 500 juta, yang dapat menutupi risiko proyek senilai USD 2 miliar, karena adanya efek leveraging dari AAA-rating World Bank hingga 4x. Di samping dukungan kapasitas penjaminan PT PII, World Bank bekerjasama dengan Singapore Cooperation Enterprise yang didanai oleh Temasek Foundation juga mendukung peningkatan kapasitas institusional PT PII agar dapat beroperasi dengan standar internasional yang best-in-class dalam usaha penjaminan. Kerjasama ini dirancang untuk mendukung perumusan kerangka Corporate Governance, dan SOP atau Operating Manual, antara lain meliputi proses Appraisal, Pengelolaan Cash, Monitoring Penjaminan serta Pemrosesan Penjaminan dan Klaim. PT PII dirancang sebagai sebuah institusi yang dikelola secara profesional untuk memberikan keyakinan bagi sektor swasta.

     Dari sisi sumber daya manusia dan organisasi, PT PII telah dapat beroperasi penuh dengan telah lengkapnya jajaran Direksi dan Dewan Komisaris serta didukung dengan Manual Operasi yang memadai. Selain itu, posisi staf-staf kunci juga sudah terisi. Jajaran Direksi terdiri dari Sinthya Roesly sebagai Direktur Utama, Yadi J. Ruchandi sebagai Direktur Operasi dan Armand Hermawan sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi. Sementara itu, Freddy R. Saragih ditunjuk sebagai Komisaris Utama dan Ayu Sukorini sebagai Komisaris.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Harry Z. Soeratin, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kementerian Keuangan

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010