Timika (ANTARA News) - Sejumlah pendeta dari Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Wilayah Mimika, Papua, Selasa, berusaha membujuk dua kelompok warga Kwamki Lama, Kelurahan Harapan yang selama ini bertikai untuk segera berdamai.

Para pendeta tersebut terlihat berdialog dengan warga dengan menggunakan bahasa Damal dan Dani sejak hari Senin (17/5) bersama rombongan Wakil Kepala Polres Mimika Kompol Erick Kadir Sully.

Ketua GKII Wilayah Mimika Pendeta Abdiel Tinal mengaku prihatin dengan berlarut-larutnya konflik antardua kelompok warga di Kwamki Lama.

"Kalau sejak awal langsung ditindak tegas maka kejadian ini tidak mungkin berlarut-larut seperti sekarang," katanya.

Ayah kandung Bupati Mimika Klemen Tinal itu mengaku sebetulnya sudah tidak mau terlibat lagi menengahi masyarakat yang melakukan "perang suku".

"Tahun 2006 saat terjadi konflik besar di Kwamki Lama, saya turun tangan minta dua kelompok yang bertikai menghentikan perang. Tapi berselang dua hari setelah itu, mereka perang lagi. Akhirnya saya bersumpah tidak mau campur tangan lagi untuk mengurus masalah seperti ini," tutur Abdiel Tinal yang juga mantan anggota DPRD Mimika itu.

Ia mengatakan, kehadiran para tokoh agama di Kwamki Lama semata-mata karena rasa prihatin dengan berlarut-larutnya penyelesaian konflik antara warga kelompok Tuni Kama melawan warga kelompok Jalan Mambruk II.

"Perang ini sudah enam bulan, masa tidak bisa diselesaikan. Saya datang kemari karena anak saya (almarhum Tenius Tabuni) ikut menjadi korban," ujarnya.

Abdiel Tinal meminta kedua kelompok warga yang bertikai melakukan negosiasi untuk segera mengakhiri pertikaian yang telah mengakibatkan jatuhnya korban tewas sebanyak lima warga itu.

"Biarlah darah anak saya yang terbunuh kemarin itu menjadi tanda perdamaian dari konflik yang berkepanjangan ini," pintanya kepada warga kelompok Tuni Kama.

Meski prihatin dengan berlarut-larutnya penyelesaian pertikaian antarwarga Kwamki Lama, Abdiel Tinal tidak serta-merta mempersalahkan polisi.

Menurut dia, saat ini polisi bertindak sangat hati-hati dalam menyelesaikan konflik antarwarga di Papua karena takut melanggar Hak Azasi Manusia (HAM).

Kondisi tersebut, katanya, diperparah dengan lahirnya Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua No.20 tahun 2008 yang mengatur tentang Peradilan Adat di Papua yang mengesampingkan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

"Majelis Rakyat Papua yang buat aturan itu sehingga polisi was-was mengambil tindakan karena takut melanggar HAM orang Papua. Sekarang, tanya ke MRP apa yang mereka sudah lakukan di Kwamki Lama," tanya Abdiel Tinal.

Bupati Mimika, Klemen Tinal, mengatakan bahwa akan terus mengupayakan penyelesaian konflik di Kwamki Lama yang telah digagas Polres Mimika bersama unsur pemerintah Distrik Kwamki Baru, dan Lurah Harapan Kwamki Lama Yansen Magai.

Tinal menegaskan, tindak kekerasan di Kwamki Lama tidak boleh dibiarkan terus terjadi dan setiap pelaku kriminal harus diproses sesuai ketentuan hukum negara.

"Sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Mimika untuk menyelesaikan masalah di Kwamki Lama dalam koridor hukum positif yang berlaku di negara kita. Jadi, tidak dibenarkan menggunakan hukum adat," kata Klemen Tinal sembari menambahkan, ke depan jajarannya akan lebih fokus melakukan sosialisasi hukum positif kepada warga Kwamki Lama.

Sepanjang hari ini, tidak terlihat aktivitas menonjol dari masing-masing kelompok yang bertikai di Kwamki Lama. Sejumlah warga Mambruk II masih menjalani pemeriksaan di Satuan Reserse dan Kriminal (Reskrim) Polres Mimika terkait kasus pembunuhan Tenius Tabuni (24), warga Tuni Kama pada Jumat (14/5) silam.
(T.E015/R007/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010