Beijing (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, Ahad, tiba di Beijing menjelang perundingan dengan para pemimpin China, mengenai masalah perdagangan kedua negara serta ancaman-ancaman keamanan termasuk ketegangan terbaru di semenanjung Korea.

Ny. Clinton dijadwalkan tiba di ibu kota pada pukul 14:50 waktu setempat, dan kemudian menghadiri jamuan santap malam yang diselenggarakan oleh Dai Bingguo, anggota Dewan Negara (Kabinet) China.

Pada Senin, Ny. Clinton dan Menteri Keuangan AS Timothy Geithner akan membuka perundingan dua hari dengan Dai dan rekannya, Penasehat Negara Wang Qishan, sebagai bagian dari Dialog Strategis dan Ekonomi tahunan, forum bilateral tertinggi kedua negara.

Ketegangan-ketegangan Korea menjadi agenda utama setelah forum multinasional Kamis mengatakan, bahwa bukti-bukti mengindikasikan kapal selam Korea Utara menorpedo korvet Korea Selatan, Cheonan, berbobot 1.200 ton, pada 26 Maret yang menewaskan 46 pelaut.

Hillary diperkirakan akan meminta kerjasama Beijing dalam mendukung tanggapan terhadap Korea Utara, yang tergantung berat perdagangan dan dukungan diplomatiknya pada tetangga serta sekutu terdekatnya, China.

Berbicara di Shanghai Ahad, sehari setelah mengunjungi World Expo, Ny. Clinton menandaskan pentingnya China dan AS bekerjasama menyangkut masalah-masalah seperti itu.

"Sebenarnya setiap tantangan besar yang kami hadapi di dunia memerlukan China dan AS bekerjasama," katanya saat berkunjung ke Konsulat Jenderal AS di kota itu.

Pyongyang menolak hasil penemuan-penemuan para penyelidik dan melancarkan ancaman-ancaman perang, jika pihaknya dihukum oleh masyarakat internasional.

China telah menyerukan agar semua pihak menahan diri dan mengatakan bahwa pihaknya akan mempelajari laporan para penyelidik itu.

Dukungan Beijing dipandang penting bagi tindakan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang ditargetkan pada Korea Utara.

China adalah salah satu dari lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto.

Hubungan-hubungan antara Washington dan Beijing belakangan ini membaik setelah tahun sebelumnya diguncang oleh isu penjualan senjata AS kepada Taiwan, pertemuan Obama di Gedung Putih dengan Dalai Lama, kebebasan Internet dan sengketa perdagangan.

Namun kedua pihak diperkirakan akan mengatasi masalah sengketa perdagangan dan investasi, berkaitan dengan seruan-seruan AS agar negara itu mereformasi nilai tukar yuan untuk meningkatkan sanksi-sanksi Amerika terhadap produk-produk China.

Beberapa anggota Kongres AS menuduh Beijing mempertahankan nilai tukarnya yang dibuat demikian rendah untuk meningkatkan ekspornya.

Kebijakan industrial China membatasi AS dan pebisnis asing lainnya di samping menuduh melestarikan pembajakan hak cipta di negara yang banyak penduduknya, juga menjadi agenda.

(H-AK/B002/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010