Borobudur, Jawa Tengah (ANTARA News) - Bangsa Indonesia membutuhkan orientasi kultural untuk mengisi kekosongan rohani supaya kehidupan masyarakat menjadi sensitif terhadap kebenaran, kemanusiaan, dan keadilan, kata budayawan Mohamad Sobary.

"Orientasi kultural bukan suatu ajaran tetapi antara lain menyangkut apa yang disebut sebagai sejarah sukses, ini untuk arah kiblat rohani," katanya di Magelang, Jawa Tengah, Selasa menjelang tengah malam.

Sobary berbicara dalam dialog dengan sejumlah seniman dan budayawan Magelang di pekarangan "Elo-Progo Art Gallery" di kawasan pertemuan antara aliran Sungai Progo dengan Elo sekitar dua kilometer sebelah timur Candi Borobudur.

Kebudayaan, katanya, sebagai proses belajar manusia yang tiada akhir memberikan kontribusi penting dalam membangun kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Ia mengemukakan, orientasi kultural itu sebagai rujukan terhadap etika pelaksanaan pembangunan berbagai aspek kehidupan seperti ideologi dan politik.

Ia menyatakan, kebiasaan bertanya secara terus menerus tentang berbagai hal perlu ditumbuhkan dan dikembangkan kepada masyarakat.

Pada masa lampau, katanya, orang meninggalkan berbagai kitab yang bisa menjadi rujukan moral bangsa.

"Mereka berpikir besar, bermimpi besar buat anak cucu. Kalau generasi sekarang tidak bisa membuat sesuatu yang besar, jangan-jangan ada yang keliru dalam proses belajar, harus bertanya terus," kata Sobary yang juga mantan Pemimpin Umum Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA itu.

Ia mengemukakan, proses belajar secara instan oleh generasi bangsa saat ini makin diperparah dengan tidak adanya pertanggungjawaban dan respons publik sehingga menghasilkan kemiskinan kebudayaan.

Pada kesempatan itu ia juga menyebut sejumlah tokoh bangsa seperti Soekarno, K.H. Abdurrahman Wahid, Syafi`i Ma`arif, dan Nurcholis Madjid yang tidak hanya berbicara masalah menyangkut kebudayaan tetapi mereka juga melaksanakan tentang apa yang diucapkan.

"Mereka omong tetapi juga melakukan tindakan, mereka juga belajar terus menerus," katanya.

Sejumlah seniman dan budayawan yang mengikuti dialog terbatas dengan Sobary itu antara lain Sony Santoso, Sutanto Mendut, Umar Khusaeni, Soetrisman, Boediono, Mualim Sukethi, Agus Merapi, E.S. Wibowo, dan Gunawan Yulianto.

(U.M029/M028/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010