Jakarta (ANTARA News) - Novel "Kidung" karya budayawan dan peneliti LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Mohamad Sobary diluncurkan di Jakarta, Rabu.

Menteri Perindustrian Fahmi Idris yang juga sahabat M Sobary mengatakan, para pencaci maki yang suaranya kasar sebaiknya membaca "Kidung", yang mengajarkan tentang bagaimana seseorang harus bersuara lembut, tak perlu berteriak.

"Buku ini perlu dibaca oleh mereka yang senang berteriak keras," ucap Fahmi mengenai novel 262 halaman itu.

Peluncuran buku yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang, yang dihadiri sekitar seratus undangan itu juga menampilkan Teater Kubur, yang mengusung dongeng Raja dan Rakyat karya Mohamad Sobary.

Daniel Dakidae, peneliti sosial yang memberi komentar atas "Kidung", mengatakan, fakta dan fiksi hanya dipisahkan oleh batas yang amat tipis, ibarat dipisahkan oleh sehelai rambut.

"Kidung", yang diterbitkan Penerbit Gramedia, merupakan novel kedua Sobary setelah "Sang Musafir".

Sobary mengatakan, novel bukan sejarah. Dia berpendapat, sejarah menjadi lebih berarti, lebih berbicara, ketika ditulis bukan sebagai sejarah, melainkan ia mengejawantah dalam bentuk novel.

Di bagian akhir novel, Sobary membuat metafora bahwa hidup ini sebuah kidung. "Segala sesuatu bermula dari kidung, dan berakhir dalam kidung. Perasaan suka itu kidung. Sebaliknya, segala duka pun kidung. Suka dan duka bukan dua entitas yang berbeda," tulis Sobary yang pernah menjabat Pemimpin Umum LKBN ANTARA.

Hanya yang pernah dilanda duka dapat mengecap suka, begitu kira-kira saripati "Kidung".(*)

Oleh
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009