Jerusalem (ANTARA News) - Israel mulai mendeportasi semua aktivis asing yang ditahan dalam serangan mematikan terhadap armada bantuan kemanusiaan bertujuan Gaza, pada saat tekanan internasional makin memuncak untuk perlunya penyelidikan tuntas atas insiden itu.

Para aktivis pro-Palestina yang berada di balik konvoi bantuan sementara itu berikrar untuk memperbarui tekad mereka untuk memecah blokade Israel, dan menyampaikan barang-barang bantuan ke wilayah Palestina dalam beberapa hari mendatang, sebagaimana dikutip dari AFP.

"Semua warga asing yang berada di dalam armada dan yang ditahan akan dideportasi mulai Selasa malam," kata pernyataan dari kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Operasi itu diperkirakan akan selesai dalam tempo 48 jam, katanya menambahkan.

Pada Rabu pagi, seorang pejabat pemerintah Israel mengatakan kepada AFP bahwa kelompok pertama dari 50 warga Turki digiring ke bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv, di mana mereka akan diberangkatkan.

Keputusan pembebasan para aktivis itu terjadi setelah makin meningkatkan tekanan internasional untuk membebaskan para tahanan.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) menyerukan kapal-kapal dan warga sipil yang berada di kapal itu dibebaskan, dan bantuan kemanusiaan hendaknya diteruskan ke Gaza.

DK juga menyerukan agar dilakukan penyelidikan cepat berstandar internasional yang transparan, netral, dan bisa dipercaya.

Pasukan Israel mengatakan, mereka telah membunuh sembilan aktivis pada operasi Senin, dan menangkap enam kapal pada armada kecil itu, yang membawa 682 penumpang aktivis pro-Palestina dari 42 negara.

Pierre Wettach, ketua delegasi Komisi Palang Merah Internasional mengatakan, kelompoknya kini sedang mengecek kondisi dan di mana saja korban cedera serta orang-orang yang ditahan oleh penguasa negara Yahudi itu.

Israel memutuskan akan mengembalikan dan membebaskan para tahanan itu setelah dua hari mendapat kecaman masyarakat internasional.

Keputusan itu diambil hanya beberapa jam sebelumnya Netanyahu menyebut beberapa aktivis itu sebagai "teroris bersenjata dengan bersenjatakan kapak, pisau, tongkat, besi batangan dan lain-lain."

Gedung Putih menolak untuk mengecam Israel, namun Menteri Luar Negeri Hillary Clinton mengatakan, situasi di Gaza "tak harus berkelanjutan dan tak bisa diterima."

"Keperluan keamanan sah Israel harus memenuhi kebutuhan sah rakyat Palestina untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan, dan masuknya secara teratur bahan-bahan pembangunan juga harus dijamin," katanya menambahkan.

Hillary mendukung penyelidikan Israel terhadap serangan itu, dan menegaskan bahwa penyelidikan tersebut hendaknya dilakukan dengan cepat, netral, bisa dipercaya dan transparan.
(H-AK/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010