Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto masih menunggu sikap kejaksaan terkait putusan pengadilan yang menolak penghentian penuntutan kasus dugaan pemerasan yang menjeratnya.

"Kita lihat langkah lanjut dari yang keluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) itu," kata Bibit melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis malam.

Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan penuntutan kasus hukum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, harus dilanjutkan.

"Kejaksaan harus melaNjutkan perkara penuntutan ini atas nama Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto," kata Juru Bicara PT DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro di Jakarta, Kamis malam.

Andi menjelaskan, hal itu adalah bagian dari putusan pada tingkat banding atas kasus penghentian penuntutan kasus yang menjerat Bibit dan Chandra.

Putusan itu ditetapkan oleh majelis hakim yang terdiri atas Muchtar Ritonga (ketua), I Putu Widnya, Nasarudin Tapo. Putusan itu ditetapkan pada Kamis (3/6).

Bibit belum bersedia menjelaskan langkah yang akan dia ambil jika kasus itu dilimpahkan ke pengadilan.

Dia justru kembali menegaskan bahwa kasus yang menjeratnya adalah rekayasa.

"Ini sudah dikoreksi presiden atas saran tim delapan agar diselesaikan di luar pengadilan," katanya.

Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah terjerat kasus dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Sebelum dihentikan oleh kejaksaan, kasus itu sempat disidik oleh kepolisian.

Saat itu, kepolisian menduga Bibit dan Chandra serta sejumlah pejabat KPK menerima uang dari Anggoro Widjojo secara bertahap hingga mencapai Rp5,1 miliar.

Uang itu diserahkan melalui perantaraan Anggodo Widjojo dan seorang bernama Ari Muladi.

Awalnya, Ari Muladi mengaku menyerahkan uang itu kepada Bibit, Chandra, dan pejabat KPK yang lain. Namun, pada akhirnya, dia menyangkal hal itu dengan menyatakan uang itu diserahkan kepada seseorang yang bernama Yulianto yang mengaku mengenal pejabat KPK.

Hingga kini, keberadaan Yulianto tidak diketahui. (F008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010