Banda Aceh (ANTARA News) - Pengamat politik Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, M Jafar, SH, M.Hum menilai pemberian dana aspirasi sebesar Rp15 miliar setiap daerah pemilihan anggota DPR dikhawatirkan akan menjadi lahan kolusi.

"Kalau disetujui, dana aspirasi ini nantinya dikelola departemen terkait. Ketika proyek dana aspirasi ini ditender, maka dikhawatirkan akan terjadi intervensi anggota dewan yang ujung-ujungnya melahirkan praktik kolusi," katanya di Banda Aceh, Senin.

Menurut dia, ketika alokasi anggarannya disetujui maka dana tersebut dikelola departemen terkait, karena anggota dewan tidak boleh langsung mengelolanya sendiri.

Ia mengatakan, ketika tender proyek dana aspirasi ini berlangsung, dikhawatirkan anggota dewan yang bersangkutan akan menekan departemen terkait agar memenangkan perusahaan yang ditentukan.

"Jika ini terjadi maka proses tendernya melanggar aturan karena tidak sesuai prosedur. Praktik ini tak jauh beda dengan kolusi yang berimbas munculnya indikasi korupsi," katanya.

Selain itu, lanjut dia, alokasi dana aspirasi ini sudah melanggar wilayah kerja eksekutif. Ranah kerja legislatif itu hanya mengawasi pembangunan dan penyusuan serta pengesahan perundang-undangan, bukan sifatnya keuangan.

Ia menambahkan, alokasi dana aspirasi ini juga akan mengganggu kinerja eksekutif pemerintah terkait proses pembangunan.

Sebuah proyek pembangunan memiliki prosedur melalui penjaringan aspirasi masyarakat, ujarnya.

"Kalau proyek dana aspirasi ini tidak. Anggota dewannya sendiri langsung mengusulkannya, tidak melalui Musrenbang atau kegiatan sejenis lainnya. Hal ini tentu akan mempengaruhi perencanaan pembangunan nasional," katanya.

Sebelumnya, kalangan DPR RI mengusulkan alokasi dana aspirasi Rp15 miliar per anggota dewan dengan alasan untuk membantu percepatan pembangunan di daerah masing-masing pemilihan.

Selain itu, alasan mengusulkan dana aspirasi, karena setiap kunjungan ke daerah di masa reses anggota dewan sering menerima keluhan masyarakat bahwa pembangunan belum optimal.(KR-HSA/H011)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010