Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum DPP Ormas Nasional Demokrat, Ferry Mursyidan Baldan, menyatakan, `gonjang-ganjing` soal `dana aspirasi` atau yang disebutnya sebagai `uang konstituen` itu sesungguhnya merugikan citra DPR RI.

"Akibatnya, sorotan negatif kembali melanda lembaga yang terhormat ini. Terlebih hal itu berkait dengan sesuatu yang bukan `domain dari DPR RI," kata mantan Anggota Komisi II DPR RI kepada ANTARA di Jakarta, Rabu malam.

Ia mengatakan, setidaknya ada beberapa hal yang akan dirancukan, jika usulan kebijakan menganggarkan dana Rp15 miliar per anggota Dewan dalam APBN 2011 itu jadi terlaksana.

Antara lain, kebijakan `uang konstituen` tersebut sesungguhnya akan melemahkan posisi para anggota itu, karena hanya dibatasi berjuang cuma untuk daerah pemilihan (Dapil)-nya semata.

"Sehingga tidak ada lagi tantangan untuk membangun negeri dalam skala makro. Padahal, tugas-tugas politik Dewan terhadap konstituennya (pemilihnya) di Dapil tersebut tidak semata-mata karena keberhasilannya mendatangkan uang? Di sini kan seolah dia lebih terlihat hebat dan gagah, jika bisa memberi uang banyak pada masyarakat di Dapilnya.," katanya.

Situasi ini, menurut Ferry Mursyidan Baldan, bakal membuat Dewan terlemahkan posisinya pada saat pembicaraan makro APBN.

"Padahal sesungguhnya kehendak untuk mengusulkan anggarannya sudah terakomodasi melalui Dapilnya. Dan jika kondisi ini terus berlangsung, lama-lama akan membentuk pola pikir anggota Dewan dalam pelaksanaan Hak Budgetnya, yakni hanya karena terkondisi dan terformat sebatas `wilayah Dapil`-nya," katanya.

Jika DPR RI hanya memikirkan `uang Dapil` ini bagi dirinya, ini bisa saja secara tidak langsung akan mendiskreditkan DPRD dan DPD, karena mereka tidak membawa `uang konstituen` .

"Kondisi ini akan berbahaya. Dan yang jelas, kebijakan `uang Dapil` atau `uang konstituan` atau `dana aspirasi` ini akan merusak dan mereduksi sistem lembaga perwakilan," tandasnya.

Hal yang ketiga, ujarnya, kebijaka `uang Dapil` seakan menegaska, sikap Legislatif yang ingin berfungsi seperti Eksekutif.

"Bahkan, memandang kekuasaan hanya bisa dijalankan dengan kemampuan finansial. Sehingga berfikirnya bukan menambah kemampuan negara, tapi bagaimana menggunakan uang negara. Suatu sikap yang mengkhawatirkan akan membuat masyarakat semakin tidak percaya pada politisi untuk menduduki jabatan kenegaraan," katanya.

Karenanya ia menilai, jika kebijakan ini diteruskan, sama saja membiarkan terjadinya pengrusakan sistem dan tatanan kenegaraan, sistem politik dan sistem anggaran.

"Lebih dari itu, akan semakin menguatkan kerancuan sistem bernegara. Bukankah bangsa kita hari ini justru membutuhkan penguatan kenegaraan? Bukan justru pelemahan sistem kenegaraan!," tegas Ferry Mursyidan Baldan.(*)
(M036/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010