Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto, siap menghadapi semua pilihan (opsi) upaya dan konsekuensi hukum terhadap kasus dugaan pemerasan yang menjeratnya.

"Opsi apa pun aku siap menghadapinya," kata Bibit melalui pesan singkat kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Bibit mengatakan hal itu terkait upaya kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas penolakan pengadilan terhadap surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) perkara yang menjeratnya dan rekan kerjanya, Chandra Marta Hamzah.

Bibit menolak mengomentari keputusan kejaksaan yang akan mengajukan PK. "Itu urusan jaksa," katanya.

Dia hanya menegaskan siap menghadapi semua konsekuensi hukum yang timbul akibat pilihan yang diambil oleh penegak hukum terkait dengan kasus dugaan pemerasan tersebut.

Menurut dia, kasus yang dituduhkan kepadanya dan Chandra adalah rekayasa. Hal itu, kata dia, sudah diketahui oleh masyarakat melalui pemutaran rekaman di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.

"Kita harus hentikan pola penindakan hukum ala rekayasa seperti ini," kata Bibit menandaskan.

Sementara itu, Chandra Marta Hamzah tidak memberikan keterangan. Telepon dan pesan singkat yang dikirim ke telepon selulernya tidak dibalas.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan penuntutan kasus hukum pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, harus dilanjutkan.

Putusan itu ditetapkan oleh majelis hakim yang terdiri atas Muchtar Ritonga (ketua), I Putu Widnya, dan Nasarudin Tapo. Putusan itu ditetapkan pada Kamis (3/6).

Pengadilan Tinggi menyatakan konstruksi kasus itu sudah tepat, yaitu Bibit dan Chandra diduga memeras seperti diatur dalam Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal itu selaras dengan fakta bahwa Anggodo didakwa mencoba memberikan sesuatu kepada pimpinan dan pejabat KPK.

"Konstruksi hukum jelas sehingga tidak ada kekosongan hukum yang mendorong kejaksaan untuk menghentikan kasus dengan alasan sosiologis," kata Juru Bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro mengutip putusan majelis hakim.

Setelah putusan itu, sejumlah pihak berpendapat kejaksaan bisa menempuh beberapa upaya hukum, antara lain penyampingan perkara, PK, atau melanjutkan kasus itu ke persidangan.

Akhirnya, Kejaksaan Agung akan mengajukan PK atas keputusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan SKPP kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah tidak sah.

Jaksa Agung Hendarman Supanji saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, mengatakan keputusan itu sudah mendapat persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebelumnya, Hendarman telah menyampaikan pendapat Kejaksaan Agung secara tertulis kepada Presiden Yudhoyono mengenai perkembangan kasus Bibit dan Chandra pada Selasa sore.

Hendarman menganggap ada kekhilafan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tentang kasus Bibit dan Chandra.

Meski mempertahankan penghentian penuntutan, Hendarman menganggap sebenarnya kasus itu cukup bukti. Situasi sosiologis menjadi alasan kejaksaan menghentikan kasus itu.(*)

(F008/D007/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010