Medan (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin mengatakan, pihaknya semakin yakin dokumen tentang kronologis penyerahan uang suap kepada pimpinan dan pejabat KPK itu sebuah rekayasa yang dibuat Anggodo Widjojo.

Usai sosialiasi anti gratifikasi yang dilaksanakan di ruang sidang paripurna gedung DPRD Sumut di Medan, Selasa, Mochammad Jasin mengatakan, keyakinan itu muncul setelah adanya keterangan sejumlah saksi tentang adanya rekayasa dalam pembuatan dokumen tertanggal 15 Juli 2009.

Ia mencontohkan keterangan Edi Sumarsono dan Dirut PT Masaro Radiokom Putra Nevo yang menerangkan bahwa dokumen itu dikarang Anggodo Widjojo dan Ary Muladi.

Keterangan Edi Sumarsono dan Putra Nevo itu saja sudah dapat menjadi bukti mengenai adanya rekayasa dalam dugaan suap terhadap dua Wakil ketua KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto.

Apalagi jika ditambah dengan rekaman yang diperdengarkan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi yang cukup jelas membuka permasalahan sebenarnya.

Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto yang dipanggil bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (15/6) akan memberikan keterangan untuk memperkuat bahwa data-data itu adalah hasil rekayasa.

"Kita tunggu saja, tapi indikasi dokumen itu rekayasa semakin terbuka setelah Edi Sumarsono dan Putra Nevo memberi keterangan," kata Jasin.

Namun Jasin tidak mau berandai-andai mengenai kemungkinan langkah-langkah yang akan dilakukan jika hakim masih memenangkan Anggodo.

"Bukti-bukti sudah muncul. Kita tunggu saja hasilnya," kata Jasin.

Ketika dipertentangkan dengan kemenangan Anggodo Widjojo dengan pra peradilan terhadap Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto, Jasin menyatakan hal itu tidak dapat menjadi alasan untuk membenarkan adanya dugaan suap yang dilakukan dua pimpinan KPK tersebut.

Pra peradilan terhadap SKPP yang dikeluarkan untuk Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto lebih disebabkan adanya kelemahan dasar hukum dari pandangan ahli hukum.

Sedangkan persidangan yang dijalani di Pengadilan Tipikor itu berkaitan dengan sangkaan percobaan penyuapan dan menghalang-halangi proses penyidikan.

"Kasusnya beda dengan pra peradilan yang dimenangkan Anggodo," kata Jasin.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Riyanto membantah menerima dan bertemu dengan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam upaya penyuapan kepada pimpinan KPK.

Chandra dan Bibit bersaksi dalam kasus dugaan percobaan penyuapan kepada pimpinan KPK dan menghalangi penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK dengan terdakwa Anggodo Widjojo.

Kedua wakil ketua KPK itu mengaku belum pernah bertemu secara langsung dengan Anggodo selain dalam persidangan di Pengadilan Tipikor tersebut.

Dalam kasus itu, Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja juga dijadwalkan untuk memberikan keterangan sebagai saksi.

Chandra, Bibit, dan Ade awalnya diduga menerima uang dari Anggodo Widjojo secara bertahap hingga mencapai Rp 5,1 miliar yang diserahkan melalui perantaraan Anggodo Widjojo dan seorang bernama Ary Muladi.

Awalnya, Ary Muladi mengaku menyerahkan uang itu kepada Bibit, Chandra, dan pejabat KPK yang lain. Namun, pada akhirnya justru menyangkal hal itu dengan menyatakan uang tersebut diserahkan kepada seseorang bernama Yulianto yang mengaku mengenal pejabat KPK.

Hingga kini, keberadaan Yulianto tidak diketahui, sehingga penyuapan kepada pimpinan KPK belum bisa dibuktikan sehingga Anggodo justru terkena jerat hukum karena mencoba menyuap pimpinan KPK dan menghalangi penyidikan yang dilakukan institusi penegak hukum tersebut.(*)

(T.I023/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010