Denpasar (ANTARA News) - Tiga penulis asing bersama-sama menggarap penyusunan buku otobiografi I Ketut Budiana (56), seniman serba bisa kelahiran Padang Tegal perkampungan seniman Ubud, Bali.

"Salah seorang dari tiga penulis asing itu adalah Jean Cauteau, budayawan asal Prancis yang sudah puluhan tahun menetap di Bali," kata I Ketut Budiana di Ubud, Kamis.

Ia mengatakan, dua penulis lainnya masing-masing dari Jepang dan Inggris.

Buku yang mengungkap proses perjalanan berkesenian Budiana sejak lahir hingga umur 60 tahun itu, akan diterbitkan dalam tiga bahasa, yakni Indonesia, Inggris dan Jepang.

Buku tersebut nantinya dicetak di Singapura dengan rancang bangun sedemikian rupa menggunakan kertas bermutu, dengan harapan masyarakat internasional tergugah untuk membacanya.

"Proses penggarapan itu baru dimulai, dan saya berharap dalam waktu satu atau dua tahun sudah bisa diluncurkan," ujar Ketut Budiana yang juga seorang guru pada sekolah menengah kejuruan (SMK) di Gianyar.

Sosok Ketut Budiana selama ini cukup sukses menggelar pameran di berbagai negara di belahan dunia, terutama Jepang. Terkait itu, sejumlah karyanya telah menjadi koleksi museum di mancanegara.

Suami dari Ni Made Erni (56) itu prestasinya dalam bidang seni di atas kanvas cukup dikenal baik tingkat nasional maupun internasional. Ia mengawali apresiasinya untuk memenuhi panggilan hati nurani sejak tahun 1972.

Benih-benih seni yang dimiliki dipadukan dengan pendidikan formal, berhasil membentuk watak pria yang berpenampilan sederhana itu menjadi seorang pelukis ketimuran modern.

Dalam proses berkreativitas yang digeluti selama 45 tahun itu, Budiana mampu menjadikan dirinya seorang seniman yang mewakili hakekat ketimuran.

Ia sebelumnya pernah belajar melukis pada Rodolf Bonet, seorang seniman warga negara Belanda yang pernah tinggal di perkampungan seniman Ubud.

Karya seni di atas kanvas yang dihasilkan berangkat dari tradisi Bali telah melampaui batas hingga menjadi renungan filsafat modern, sekaligus meneruskan tradisi seni religius Pulau Dewata.

Selain itu, Budiana juga membuat patung untuk dekorasi pura, termasuk "membidani" lahirnya perangkat upakara pengabenan (pembakaran jenazah khas Bali) seperti lembu, bade dan lain-lain.

Dalam proses karya seni, Budiana mengaku selalu mengawali dengan yoga, yakni pemusatan pikiran, dilanjutkan dengan proses pembuatan karya seni.
(T.I006/P004/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010