Bekasi (ANTARA News) - Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, menyegel sebuah rumah yang difungsikan sebagai gereja di Jalan Puyuh Puyuh Raya nomor 14, Kelurahan Mustika Jaya, Kecamatan Mustika Jaya, Minggu.

Asisten Daerah (Asda) II Pemerintah Kota Bekasi, Zaki Hoetomo, di Bekasi, mengatakan rumah tersebut dianggap telah melanggar tiga aturan hukum, yakni, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.

"Peraturan Daerah (Perda) nomor 61 tahun 1999 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Perda nomor 4 tahun 2000 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Kami sudah tiga kali kirim surat teguran," ujarnya.

Dikatakan Zaki, upaya tersebut juga rangkaian dari desakan Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam di wilayah setempat yang mengaku resah dengan maraknya aktivitas Kristenisasi.

"Pada Sabtu (19/6) kami telah merobohkan Patung Tiga Mojang yang dinilai seronok. Hari ini penyegelan gereja ilegal, selanjutnya mempidanakan Yayasan Pendidikan Kristen Mahanaim karena sebagian aktivitasnya dianggap melecehkan umat Islam," katanya.

Pantauan ANTARA di lokasi melaporkan, aksi penyegelan bangunan yang dijadikan sebagai Gereja Hurian Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah (PTI) berlangsung lancar dengan disaksikan ratusan jemaat dan perwakilan Ormas Islam dari Forum Anti-Pemurtadan Bekasi (FAPB).

Penyegelan dilakukan dengan menggunakan papan kayu berukuran 5X5 meter persegi yang bertuliskan "Bangunan Ini Di Segel Karena Melanggar PP No 36 Tahun 2005, Perda No 61 Tahun 1999, dan Perda Nomor 4 Tahun 2000 oleh Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan".

Papan itu ditempel oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat di pagar rumah yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter per segi dengan menggunakan paku beton. Kegiatan itu juga dikawal secara ketat oleh dua kompi anggota Kepolisian Resor Metropolitan (Polrestro) Bekasi bersenjata lengkap.

Sementara itu, Pimpinan Jemaat HKBP PTI, Pendeta Luspida Simajuntak, menilai tindakan pemerintah tersebut tidak adil, karena hanya memihak pada kalangan masyarakat mayoritas tanpa memperhatikan hak setiap warga untuk beribadah sesuai kepercayaannya masing-masing.

"Gereja ini dihuni oleh 1.500 jemaat dari Kecamatan Mustika Jaya. Kami telah beroprasi sejak empat tahun lalu, padahal izin pendirian tempat ibadah sedang kami proses, tapi terhambat birokrasi yang rumit," katanya.

Kendati demikian, pihaknya tetap akan bertahan dengan beribadah secara rutin selama sepekan sekali meski pemerintah telah menyegel bangunan tersebut. "Kami akan bertahan di rumah ini untuk tetap beribadah sesuai dengan kepercayaan kami," demikian Luspida. (KR-AFR/S005)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010