Washington (ANTARA News) - Amerika Serikat hari Jumat memperingatkan Korea Utara agar menahan diri dari "tindakan-tindakan yang bisa meningkatkan ketegangan", di tengah kekhawatiran bahwa Pyongyang mungkin sedang mempersiapkan pengujian rudal baru.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, Washington mengetahui pengumuman Korea Utara mengenai deklarasi zona "dilarang berlayar" selama sembilan hari di lepas pantai barat negara itu, yang di masa silam mengisyaratkan pengujian rudal akan dilakukan.

"Korea Utara harus menahan diri dari tindakan-tindakan yang bisa menambah ketegangan," kata Philip Crowley.

"Kami akan tidak senang melihat Korea Utara melakukan babak lain peluncuran rudal," tambah juru bicara Kementerian Luar Negeri AS itu.

Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyatakan, mereka yakin bahwa deklarasi zona "dilarang berlayar" itu berkaitan dengan latihan artileri reguler Korea Utara, namun Seoul mengkaji kemungkinan Pyongyang sedang bersiap-siap mengujitembakkan rudal jarak dekat.

Kekhawatiran terakhir AS itu disampaikan pada peringatan meletusnya Perang Korea 60 tahun lalu.

Crowley tidak bersedia menjelaskan secara terinci kekhawatiran AS dengan mengatakan, hal itu menyangkut permasalahan intelijen.

Ketegangan meningkat sejak tenggelamnya sebuah kapal perang Korea Selatan, Cheonan, pada 26 Maret, yang disebut-sebut ditorpedo oleh kapal selam Korea Utara.

Dewan Keamanan PBB pekan lalu mengungkapkan keprihatinan yang dalam atas penenggelaman kapal perang Korea Selatan yang menewaskan 46 orang pada Maret namun pernyataan awal DK yang hati-hati itu tidak menyebutkan siapa pelakunya.

Hubungan antara kedua negara Korea itu memanas akhir-akhir ini terkait dengan tenggelamnya kapal Korea Selatan itu.

Jumat (4/6), Korea Selatan menyerahkan surat keluhan ke Dewan Keamanan PBB mengenai penenggelaman sebuah kapal perangnya oleh Korea Utara pada Maret dan meminta tindakan, kata sejumlah diplomat.

Duta Besar Korea Selatan untuk PBB Park In-kook menyerahkan surat itu kepada Dubes Meksiko Claude Heller, yang bulan ini menjadi presiden DK yang beranggotakan 15 negara, kata mereka.

Dalam sebuah pernyataan singkat kepada wartawan, Park tidak memberikan penjelasan terinci mengenai apa yang Seoul ingin DK lakukan atau kapan mereka menghendaki sebuah pertemuan.

"Kami ingin DK melakukan tindakan yang sesuai dengan gentingnya situasi," katanya.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Sebanyak 46 orang awak Korea Selatan tewas ketika kapal perang itu tenggelam di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada Maret lalu dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan, Kamis (3/6), ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin.
(M014/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010