Toronto (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir pekan ini akan menghadiri pertemuan G-20 atau pertemuan pemimpin-pemimpin dari 20 negara di dunia yang dinilai memberikan kontribusi besar terhadapa perekonomian global sehingga dianggap berpengaruh terhadap perdagangan dan finansial dunia.

Pertemuan di Toronto yang berlangsung sejak 26 Juni hingga 27 Juni 2010 merupakan pertemuan keempat negara-negara G-20 tersebut setelah diawali dengan pertemuan di Washington pada 2008, London dan Pitsburgh pada 2009 dan kemudian Toronto pada 2010, menyusul kemudian pertemuan di Korea akhir 2010 mendatang.

G-20 pada awalnya hanyalah pertemuan antara menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 20 negara anggotanya yang terdiri dari Argentina, Australia, Brazil, Kanada, China, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Memulai pertemuan awal pada 1999, forum Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G-20 diinisiasi sebagai salah satu forum untuk mencegah terulangnya krisis keuangan pada dekade 1990an.

Krisis keuangan yang berawal dari AS pada 2008 membuat para pemimpin atau kepala negara G-20 memutuskan untuk melakukan pertemuan di Washington pada 2008 guna mencegah krisis keuangan itu menyebar dan menyebabkan krisis moneter di Asia seperti 1997 dan malaise di AS seperti 1920an.

Pertemuan para pemimpin negara-negara G-20 di London pada April 2009 lalu yang menghasilkan sejumlah kesepakatan dengan tujuan meredam dampak krisis agar tidak terlalu dalam merusak perekonomian negara-negara di dunia.

Dalam kesepakatan di London, sebagai kelanjutan kesepakatan Washington DC, disampaikan bahwa para pemimpin negara-negara tersebut akan melakukan berbagai usaha dan mengeluarkan kebijakan antara lain untuk mengembalikan kepercayaan diri atas perekonomian, memulihkan kondisi lapangan pekerjaan dan memulihkan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu mereka juga sepakat untuk memperbaiki sistem keuangan, memperbaiki aturan keuangan, melakukan reformasi lembaga keuangan internasional dan mendorong perdagangan global dengan mencegah hambatan-hambatan perdagangan.

Terakhir,para pemimpin itu menyepakati sebuah pola pemulihan secara berkesinambungan dengan melibatkan semua pihak dan berkonsep wawasan lingkungan.

Dari Pertemuan di Pittsburgh lalu, sejumlah hal yang disepakati oleh para pemimpin G-20 adalah mengenai kerangka kerja untuk pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan imbang. Juga dibicaraka mengenai modernisasi institusi global yang merefleksikan ekonomi global saat ini.

Reformasi mandat dan misi dari IMF, reformasi mandat dan misi serta mengelolaan bank pembangunan internasional serta keamanan energi dan perubahan iklim.

Juga dibicarakan dan disepakati pentingnya peningkatan peluang kerja sebagai salah satu upaya untuk pemulihan ekonomi.

Lanjutkan agenda

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap pertemuan puncak kepala negara kelompok G20 di Toronto, Kanada, pada akhir Juni mendatang dapat membahas krisis keuangan di Eropa agar tidak berdampak meluas ke kawasan lain.

Harapan tersebut disampaikan Presiden dalam pembicaraan telepon dengan PM Kanada Stephen Harper pada Senin pukul 20.45 WIB.

Menurut juru bicara kepresidenan bidang luar negeri Dino Patti Djalal, PM Harper menelepon Yudhoyono untuk membicarakan persiapan KTT G20 di Toronto serta meminta pandangan Indonesia dalam pertemuan kepala negara maju dan berkembang itu.

"Intinya membicarakan persiapan dan pandangan presiden untuk pertemuan G20 di Toronto," ujar Dino menjelaskan pembicaraan telepon sekitar 10 menit antara Presiden Yudhoyono dan PM Harper.

PM Harper, kata Dino, meminta pandangan Yudhoyono tentang masalah yang perlu dipertajam dan diprioritaskan dalam pertemuan G20 akhir Juni 2010.

Kepada PM Harper, presiden menyampaikan masalah krisis keuangan di Eropa harus mendapatkan perhatian dan prioritas dalam forum G20 agar tidak berdampak meluas ke kawasan lain di dunia.

Menurut Dino, pandangan Indonesia yang diminta PM Kanada sebagai tuan rumah pertemuan puncak kepala negara kelompok G20 itu semakin menunjukkan posisi Indonesia yang dipandang dalam forum internasional.

Saat ini krisis keuangan global masih berdampak di kawasan Eropa karena bertambahnya hutang negara dan defisit anggaran. Uni Eropa pun kini intensif menggelar pertemuan guna mencari solusi krisis keuangan dan mencegah agar dampaknya tidak meluas.

Selain membicarakan mengenai krisis yang terjadi di Eropa, Presiden juga mengatakan Indonesia dalam pertemuan G-20 tersebut ingin memastikan bahwa ada evaluasi atas capaian dan kesepakatan yang telah disetujui dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya.

"Yang kita ingin kita lakukan di G-20 adalah semacam evaluasi untuk memastikan semua agreement dijalankan, sambil mencari kebijakan baru sehingga tidak terjadi krisis baru. Ini tanggung jawab kita semua yang berkaitan dengan ekonomi," kata Presiden dalam perjalanan menuju Kanada.

Selain itu Presiden Yudhoyono menyatakan pihaknya akan mendoron akomodasi kepentingan negara-negara berkembang dalam forum G-20 yang akan berlangsung pada akhir pekan ini di Toronto, Kanada.

"Indonesia berharap banyak kepentingan negara berkembang tetap diperhatikan. Ini adil,hendaknya siapapun didunia ini diharapkan mau melakuakn sesuatu untuk masyarakat dunia, diperlukan melepas ego masing-masing negara," kata Presiden

Presiden mengatakan dalam sejumlah pertemuan G-20 sejak digelar pertama kali di Washington, kemudian London, Pittsburgh dan di Toronto nanti terus dilakukan koordinasi kebijakan moneter dan fiskal sehingga krisis ekonomi yang terjadi pada 2008 dapat diatasi secara bersama.

"G-20 penting, bayangkan kalau ekonomi hanya ditangani oleh G-8 atau World Bank, WTO tentu ada ketimpangan. Jadi karena itu G-20 tetap ada gunanya," tegas Presiden.

Pada langkah selanjutnya, pasca krisis keuangan global 2008, Presiden mengatakan perlunya semua negara di dunia melakukan kebijakan ekonomi secara hati-hati sehingga tidak menambah beban dan krisis seperti yang terjadi saat ini di Eropa.

Oleh karena itu dalam KTT yang berlangsung sejak 26 Juni hingga 27 Juni tersebut, Indonesia, menurut Presiden akan menyampaikan sejumlah masukan antara lain meminta agar masing-masing negara meredam ego nasional dan tetap tidak abai dengan masalah-masalah lain termasuk masalah lingkungan.

Kepala Negara mengatakan dari pengalaman krisis keuangan lalu setidaknya ada sejumlah pelajaran yang bisa dipetik oleh negara-negara berkembang khususnya Indonesia.

"Yang pertama, ternyata perekonomian global tidak balance, ada negara yang hutang besar ada yang surplus, ada negara yang konsumtif ada yang prduktif, ada yang berotintasi pada eksport, domestik market, ada yang menggantungkan pada labour, pertautan ini semua bisa menimbulkan unbalance global ekonomi, ini tidak aman dan harus kita ubah dari pelajaran itu mendorong perekonomian global adalah mendorong pertumbuhan yang merata dan tidak merusak lingkungan, itu pentingnya global ekonomik balance," katanya.

Hal yang kedua, pelajaran yang bisa dipetik menurut Presiden adalah hakekat sebenarnya dari pertumbuhan ekonomi adalah bukan mengejar setinggi-tingginya namun harus memperhatikan aspek lain sehingga tidak terjadi pemerataan pertumbuhan.

Ditambahkannya,"dulu pemerintahan sebelumnya ada agar pertumbuhan merata, sekarang sama dan lebih bukan hanya komitmen tapi juga aksi. Bila pertumbuhan tinggi maka menimbulkan demand antara lain energi, bila itu bahan bakar fosil maka bisa pengaryhu polusi, pengurasan sumber hidup seperti pangan dan air, bila itu terjadi maka dampaknay bisa global warming, kelaparan dan penyakit. karena itu maka bersama-sama kita bahas sebaiknya besaran ekonomi dunia seperti apa agar adil dan berkelanjutan," ungkap Kepala Negara.

Karena itu Presiden Yudhoyono menyatakan strategi yang dipilih Indonesia sudah tepat. seharusnya ekonomi kita yang memeprhatikan lingkungan, sosial dan market mekanisme. ecososial marekt ekonomi. ini tentu perlu dielaborasi.

"Ke depan Indonesia akan berperan agar ekonomi global aman, adil, berimbang dan berkelanjutan. seraya di dalam negeri kita juga akan lakukan itu sehingga pertumbuhan cukup sekitar 6 hingga 7 persen dan ada keadilan sosial,tidak merusak lingkungan dan bisa dijaga stabilitasnya," tegasnya.

Pengaman ekonomi

Sementara itu pengamat ekonomi asal UGM, Anggito Abimanyu mengatakan bahwa saat ini dunia memerlukan sistem jaring pengaman sistem keuangan global untuk memitigasi krisis dalam bentuk Global Financial System Net (GFSN).

"Dalam forum G20, Indonesia sebaiknya fokus satu saja untuk GFSN, karena dunia memerlukan asuransi global, tapi dananya jangan berasal dari pajak sektor keuangan, misal dari negara maju yang mempunyai likuiditas dan cadangan devisa yang banyak," ujarnya saat jumpa pers dengan wartawan di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Jumat.

Ia juga mengingatkan kasus yang terjadi di Yunani dan mulai merembet ke negara-negara Eropa lain, dapat terjadi kapan saja dan untuk itu dibutuhkan suatu jaring pengaman sistem keuangan untuk negara-negara, kawasan wilayah dan dunia.

"Untuk itu, diperlukan penambahan modal pada lembaga multilateral seperti Bank Dunia dan IMF, agar dapat membantu negara yang terkena krisis," ujarnya.

Mantan kepala BKF ini juga mengatakan juga diperlukan modifikasi GFSN termasuk pembentukan sistem JPSK untuk kawasan wilayah seperti koordinasi Regional Reserve Pooling ASEAN+3 yang saat ini telah terbentuk dana pooling cadangan devisa sebesar 120 miliar dollar AS untuk mencegah (preventif) krisis likuiditas jangka pendek.

Bagi Indonesia, ia menambahkan, saat ini merupakan saat yang tepat bagi pemerintah maupun DPR untuk segera mensahkan UU JPSK sebagai protokol dan panduan manajemen krisis.

"JPSK wajib dimiliki semua negara, dan ini saatnya membahas UU JPSK, kalau kemarin kan ada masalah century sehingga timbul kecurigaan, dsb, namun saat ini dalam situasi tenang, itu seyogyanya diselesaikan DPR sehingga ada payungnya, dan didalamnya ada pembagian mengatasi krisis biasa maupun sistemik," ujarnya.

Menurutnya dalam manajemen krisis seperti JPSK harus memiliki sistem peringatan dini (early warning system), protokol krisis sebagai panduan, keterlibatan DPR untuk penyediaan kebutuhan dana anggaran serta dibutuhkan kesamaan pemahaman yang sama mengenai krisis antara pemerintah, BI, legislatif, yudikatif, pembentukan lembaga penyehatan dan terakhir perlindungan dan posisi hukum yang jelas.

Apapun yang akhirnya akan diputuskan dalam komunike bersama para pemimpin G-20 di Toronto, tentunya masing-masing negara telah memiliki strategi untuk menghadapi kemungkinan badai ekonomi yan bisa saja datang kapanpun. Itu karenanya, Presiden Yudhoyono meminta semua negara bisa bekerjasama dan menipiskan ego masing-masing.
(ANT/P003)

Oleh Oleh Panca Hari Prabowo
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010