Jakarta (ANTARA News) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta Badan Standardisasi Nasional (BSN) meningkatkan evaluasi penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), terutama pada produk yang digunakan dalam program pengalihan penggunaan minyak tanah ke gas seperti kompor, tabung gas ukuran tiga kilogram, selang, dan regulator.

"Kami sepakat melakukan sosialisasi dan rencana tindak lanjut sesuai tugas masing-masing instansi. Untuk BSN, meningkatkan evaluasi di lapangan, apakah sudah sesuai dengan prosedur, karena menurut hasil uji petik sebagian peralatan itu tidak sesuai standar," kata Ketua BPKN, Suhartini Hadad, di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan hal itu seusai melakukan rapat koordinasi penanganan kasus ledakan gas dengan pemangku kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan program konversi minyak tanah ke LPG.

Menurut Koordinator Komisi III Bidang Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN, Gunarto, masih banyak alat penggunaan LPG untuk keperluan rumah tangga yang tidak standar, tidak memenuhi kualifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) di lapangan baik yang berupa kompor, tabung, selang maupun regulator.

"Banyak yang tidak berlabel SNI. Terutama selang, banyak yang tidak berlabel SNI. Tapi yang ada label SNI-nya pun ada yang kualitasnya tidak memenuhi standar," katanya.

Ia memperlihatkan kompor gas berlabel SNI yang kualitasnya substandar. Alat pembakar (burner) pada kompor gas yang seharusnya terbuat dari logam bakar atau logam cetak, dibuat dari seng, yang cepat rusak dan sensitif terhadap api.

"Selang yang digunakan masyarakat juga banyak yang di bawah standar. Ketika masyarakat akan melakukan penggantian selang, yang dijual di pasar juga tidak memenuhi standar. Mereka juga belum mendapat informasi memadai tentang selang yang standar dan masa pakai selang," katanya.

Ia menambahkan, masa pakai selang penyalur gas hanya satu tahun dan jika dipakai lebih lama berpotensi bocor dan berisiko menimbulkan kebakaran atau ledakan gas.

Kebijakan pemerintah menjaga ketersediaan bahan bakar dalam negeri dengan mengalihkan penggunaan minyak tanah ke gas yang diawali dengan pemberian paket bantuan berupa tabung LPG tiga kilogram, selang, regulator, katup dan kompor gas pada 2007, telah menimbulkan sejumlah kecelakaan yang merenggut korban jiwa.

Kasus ledakan yang terkait dengan penggunaan LPG cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan merenggut korban jiwa.

Pada tahun 2007 ada lima kasus dengan empat korban luka, meningkat menjadi 27 kasus dengan dua korban meninggal dunia dan 35 korban luka pada 2008. Kasus ledakan bertambah menjadi 30 kasus dengan 12 korban meninggal dunia dan 48 korban luka pada 2009.

Sementara pada 2010, sampai bulan Juni tercatat ada 33 kasus ledakan dengan delapan korban meninggal dunia dan 44 korban luka.
(T.M035/M012/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010