Yogyakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepada Muhammadiyah untuk menjadi peneguh dan penyejuk kehidupan bangsa yang majemuk.

Selain itu, kata Presiden dalam sambutannya ketika membuka Muktamar ke-46 dari Madinah, Arab Saudi, Sabtu, Muhammadiyah juga harus mampu menampilkan semangat dan peran Islam yang berkemajuan, serta menjadi organisasi yang memajukan Islam yang ramah dan toleran.

Presiden Yudhoyono dari Madinah, Arab Saudi, membuka muktamar sekaligus memberi sambutan melalui satelit dan ditampilkan di Stadion Mandala Krida Yogyakarta.

Muhammadiyah dalam memasuki abad kedua, kata Presiden, harus tetap dapat menegakkan komitmen gerakannya sebagai pembawa misi Islam yang maju.

"Muhammadiyah memang harus selalu tampil di barisan terdepan untuk menjadi kekuatan perubahan yang bersifat transformatif mendukung terbangunnya umat Islam yang utama," katanya.

Presiden menilai Muhammadiyah dapat menjadi jembatan peradaban Islam antara timur dan barat.

"Dialog itu telah banyak dilakukan Muhammadiyah serta ormas-ormas lainnya. Saya menilai penting dialog tersebut terus dikembangkan," katanya.

Menurut Presiden, melalui dialog peradaban dapat diintensifkan satu sama lain, sebagai jalan untuk menyatukan kemajemukan di Indonesia.

Sebelum mengakhiri sambutannya, Presiden mengajak segenap warga Muhammadiyah dan ormas Islam untuk terus menciptakan kehidupan keagamaan yang teduh dan damai.

Kehidupan keagamaan yang mengedepankan kebersamaan daripada memperuncing perbedaan.

Presiden mengajak membangun kerja sama yang positif di antara sesama umat Islam, dan dengan umat beragama yang lain bagi kemajuan bangsa Indonesia.

"Sekali lagi saya mengajak Muhammadiyah untuk memelopori ide-ide pembaharuan sebagai pegangan misi Islam yang maju dan tumbuh berkembang dalam menjawab tantangan zaman," katanya.

Presiden ingin Muhammadiyah tidak saja sebagai ormas Islam terbesar di Tanah Air, tetapi juga salah satu organisasi Islam terbesar di dunia.

Gerakan Muhammadiyah, menurut Presiden telah membawa pencerahan dan pembaharuan pemikiran umat Islam, sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan Muhammadiyah berhasil memperbaharui suasana intelektual kaum muslimin di Tanah Air.

Pada awal abad 21, Presiden menilai Muhmmadiyah telah memasuki abad fase kesinambungan perjuangan dalam melaksanakan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Pembukaan Muktamar ke-46 atau Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Stadion Mandala Krida Yogyakarta juga dihadiri mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsudin, serta mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais.

Buta Aksara Moral

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menengarai masih banyak masalah dihadapi bangsa, yaitu buta aksara moral yang justru lebih berbahaya dibanding buta aksara latin, dan arab.

"Kami menengarai masalah mendasar masih melanda bangsa, yaitu masih banyak buta aksara moral," kata Din saat menyampaikan pidatonya pada pembukaan Muktamar ke-46 Muhammadiyah, di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, penyakit buta aksara moral tidak saja melanda masyarakat golongan menengah, tetapi juga kaum elit dan terdidik.

Penyakit buta aksara moral itu, kata Din, antara lain korupsi, makelar kasushingga makelar peradilan yang saat ini marak melanda Bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, kata dia, Muhammadiyah mengajak pemerinta untuk bersama-sama memberantas penyakit buta aksara moral ini, mengingat pemberantasan tidak bisa diatasi sendiri-sendiri.

"Tidak ada pihak mana pun yag bisa menyelesaikan sendiri, sehingga perlu kerja sama antara pemerintah dan Muhammadiyah," katanya.

Untuk itu, menurut dia, Muhamadiyah bersedia membantu pemerintah dan menjadi garda terdepan dalam menciptakan keadilan bangsa.

Din menilai hubungan pemerintah dengan Muhammadiyah akan tetap baik dan proporsional.

Artinya, jika pemerintah bersikap baik dan benar menjalankan konstitusi, maka Muhammadiyah tidak akan segan-segan berada di depan mendukung pemerintah.

"Tetapi kalau pemerintah melakukan penyelewengan konstitusi, maka Muhammadiyah tidak akan segan-segan pula melakukan koreksi," katanya.

Ia mengatakan Muhammadiyah juga bersikap loyal kritis terhadap pemerintah, yaitu akan menjadi sahabat yang mau memberi koreksi jika ada penyelewengan yang dilakukan pemerintah.

"Sahabat sejati adalah yang mau memberi koreksi, bukan sahabat yang penuh basa-basi dan selalu memuji," kata Din.



Pesan Sultan HB X

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X berpesan kepada Muhammadiyah bahwa dalam memasuki abad kedua harus dapat membangun kembali jati diri bangsa Indonesia yang berperadaban unggul.

"Hal itu untuk memperkuat ketahanan bangsa Indonesia dalam menghadapi dan mengarungi era globalisasi yang penuh tantangan," kata Sultan HB X pada pembukaan Muktamar ke-46 atau Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, di Stadion Mandala Krida Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, semua itu harus dilandasi hati yang bersih dan cara yang berhati-hati, sehingga dalam era globalisasi Muhammadiyah tetap mampu berkiprah bagi kemajuan bangsa dan membawa kemaslahatan (manfaat) bagi seluruh umat.

"Kami yakin Muhammadiyah ke depan akan mampu membangun peradaban bangsa yang bermartabat sehingga dapat berperan lebih banyak dan luas bagi kehidupan dalam pergaulan dunia," kata Sultan yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Muktamar Satu Abad Muhammadiyah yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui satelit dari Madinah, Arab Saudi itu, dimeriahkan pentas seni, di antaranya pagelaran silat kolosal Tapak Suci, penampilan drum-pop, dan orkestra.

Acara tersebut dihadiri 13.500 orang yang berada di dalam stadion, dan sekitar 150.000 orang sebagai penggembira di luar stadion.

Para peserta dan penggembira itu berasal dari seluruh Indonesia, di antaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali.

Selain itu, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Muktamar Satu Abad Muhammadiyah akan berlangsung di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada 3-8 Juli 2010.



Bersepeda ke Yogyakarta

Jarak yang tidak terlalu jauh antara Kabupetan Klaten di Jawa Tengah dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong ratusan peserta muktamar atau muktamirin asal kabupaten itu memutuskan untuk mengendarai sepeda guna menghadiri pembukaan Muktamar ke-46 atau Muktamar Satu Abad Muhammadiyah, Sabtu.

"Ada sekitar 500 orang yang ikut bersepeda, karena tiap PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) dijatah 50 orang," kata salah seorang muktamirin yang ikut bersepeda, Supriyanto, di Yogyakarta.

Ia mengatakan kedatangan rombongan pesepeda tersebut untuk memeriahkan pembukaan Muktamar ke-46 Muhammadiyah.

"Kami berangkat bersama-sama dari Prambanan sekitar pukul 06.30 WIB. Sepanjang jalan sudah sangat ramai dan macet," katanya.

Menurut dia yang juga sehari-hari bersepeda ke Yogyakarta untuk bekerja, biasanya hanya membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Namun pada pembukaan muktamar waktu tempuh menjadi sekitar dua jam.

Seluruh peserta dari Klaten itu menggunakan atribut kaos seragam berwarna biru yang bertuliskan Muktamar Satu Abad Muhammadiyah.

"Kami belum memutuskan akan kemana setelah pembukaan ini. Nanti tergantung kesepakatan dari seluruh anggota rombongan. Bisa langsung pulang atau berkeliling Yogyakarta dulu," katanya.

Sementara itu, situasi di seputar Stadion Mandala Krida yang menjadi lokasi pembukaan muktamar dipadati dengan muktamirin.

Akses jalan masuk menuju Stadion Mandala Krida dari arah timur sudah mulai padat sejak depan pintu masuk Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka.

Sejumlah bus besar yang membawa muktamirin dari daerah-daerah di luar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta diparkir di sisi kiri selatan, sehingga puluhan ribu muktamirin harus berjalan kaki menuju Stadion Mandala Krida.

Ruas-ruas jalan di seputar Stadion Mandala Krida seperti Jalan Ipda Tut Harsono, Jalan Kenari, Jalan Mawar, Jalan Kapas, Jalan Cendana sudah menjadi "lautan" manusia. Begitu pula dengan suasana di luar stadion.

(B015/M008/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010