Seharusnya tidak terjadi kekurangan karena sudah sesuai kebutuhan, tapi kami akan memastikan kembali dengan mengecek langsung ke lapangan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan segera memeriksa ketersediaan gula untuk bahan baku industri di Jawa Timur, yang sempat dikeluhkan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kepada Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.

“Ditjen Industri Agro melalui Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan, sudah mengirim surat dan akan melakukan kunjungan ke lokasi untuk mengecek dan memfasilitasi ketersediaan gula untuk bahan baku industri,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim kepada Antara dihubungi di Jakarta, Kamis.

Rochim memaparkan jika berdasarkan hitungan Kemenperin, seharusnya tidak terjadi kelangkaan gula untuk bahan baku industri di Jawa Timur, karena distribusi gula rafinasi sudah dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

“Seharusnya tidak terjadi kekurangan karena sudah sesuai kebutuhan, tapi kami akan memastikan kembali dengan mengecek langsung ke lapangan,” ujar Rochim.

Terlebih, sejauh ini Kemenperin belum menerima laporan kekurangan gula rafinasi dari pelaku industri.

Baca juga: Ketua DPD minta pemerintah merespons keluhan UMKM makanan dan minuman

Selain itu Rochim memaparkan Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 merupakan kebijakan pengaturan produksi pada pabrik gula sebagai upaya untuk memenuhi gula untuk kebutuhan konsumsi dan gula untuk kebutuhan industri dalam hal ini makanan, minuman, dan farmasi.

Setidaknya, terdapat tiga poin penting di dalam peraturan ini tersebut. Pertama, penertiban dalam produksi gula pada pabrik gula untuk mengurangi potensi kebocoran atau rembesan gula.

Hal ini sesuai dengan Keppres 57 Tahun 2004 yaitu penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan, seperti Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar), Gula Kristal Rafinasi (Refined Sugar), dan Gula Kristal Putih (Plantation White Sugar).

Sebagai informasi pada 2021 kebutuhan gula nasional sekitar 5,9 juta ton terdiri dari industri 3,1 juta ton dan konsumsi 2,8 juta ton. Sementara produksi dalam negeri hanya 2,15 juta ton Gula Kristal Putih (GKP), sehingga masih harus impor 3,76 juta ton untuk industri 3,1 juta ton dan konsumsi 647 ribu ton, setara dengan 3,99 juta ton raw sugar.

Kedua, dengan adanya peraturan ini, pabrik gula dapat berproduksi sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Pabrik Gula Rafinasi (PGR) memproduksi Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk melayani industri makanan minuman dan farmasi.

Baca juga: Kemenperin jaga ketersediaan gula bagi industri makanan dan minuman

Sedangkan pabrik gula berbasis tebu memproduksi GKP untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebagai upaya mencapai swasembada gula nasional.

PGR tidak boleh memproduksi GKP untuk konsumsi, begitu juga PG basis tebu tidak boleh memproduksi gula industri/GKR, sehingga masing-masing fokus pada produksinya.

Ketiga, adanya Permenperin Nomor 3 Tahun 2021 akan menjamin ketersediaan gula konsumsi untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri sebagai bahan baku industri makanan, minuman, dan farmasi.

Ketersediaan gula konsumsi akan dipenuhi oleh pabrik gula berbasis tebu, dengan bahan baku tebu maupun bahan baku raw sugar impor.

Sedangkan ketersediaan gula industri akan dipenuhi oleh pabrik gula yang berbahan baku raw sugar impor karena produksi gula di dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri makanan, minuman, dan farmasi.

Baca juga: Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia: ketersediaan gula industri aman

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021