bertekad untuk tidak menyerah jika mendapat sekali atau dua kali penolakan
Jakarta (ANTARA) - "Permisi, mohon maaf, siapa tahu ada yang mau ganti sarung jok motor, mumpung murah," ujar suara laki-laki berusia 33 tahun menawarkan dagangannya di sebuah warung kawasan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.

Suara lelaki itu memecah keriuhan para pemuda setempat yang asyik bermain gim Pro Evolution Soccer 2013 dari laptop yang terbuka di atas meja sambil menunggu waktu berbuka puasa.

Azis Wahyudianto (33), nama lelaki itu, mantan petugas keamanan Bank di DKI Jakarta yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di masa pandemi COVID-19.

Kendati, warga yang didatangi kali itu belum berkenan memesan jok darinya, namun Azis tampak tersenyum sembari pamit undur diri, meski situasi kurang menguntungkan baginya.

Baca juga: Survey: Sektor perdagangan favorit pencari kerja di saat pandemi

Sikapnya menarik perhatian sejumlah wartawan di Jakarta Utara untuk mengajaknya mampir sejenak ke dalam warung, sembari bercerita tentang pekerjaannya sebagai tukang servis jok keliling.

Rupanya, Azis memulai pekerjaan sebagai tukang servis jok keliling baru sekitar setahun yang lalu ketika harus menerima kenyataan pengurangan karyawan setelah lima tahun jadi petugas keamanan.

“Tadinya jadi keamanan, kena pengurangan gara gara pandemi, akhirnya saya mencoba alih profesi sebagai tukang jok keliling,” ujar Azis.

Padahal keputusannya sebagai tukang servis jok keliling bukan yang utama. Sebelumnya, Azis ingin membeli mobil dari hasil uang pesangon tersebut untuk mendaftarkan dirinya sebagai pengemudi taksi daring.

Baca juga: Menaker sebut pemanfaat JKP korban PHK akan terima bantuan tunai

Tapi tak ada perusahaan penyedia jasa peminjaman pembelian mobil (leasing) yang mau meminjamkannya uang untuk membeli mobil.

"Dari empat leasing, enggak ada yang mau. Mentah semua. Nah, dari situ saya cerita sama teman, memang dia punya usaha beginian (servis jok),” kata Azis.

Berbekal tekad dan kemauan yang keras untuk mengubah nasib, Azis mulai mempelajari cara menjahit dan memasang jok. Hasilnya dalam waktu tiga minggu, Azis menekuni pekerjaan barunya.

“Sempat sewa kios (jok) awalnya, tapi cuma tiga bulan bertahan,” kata ayah satu orang anak itu.

Namun, penghasilan dari kios jasa pemasangan jok dinilai tidak sebanyak pengeluaran sewa kiosnya. Sehingga, Azis memilih untuk berdagang jok secara berkeliling.

“Kalau punya kios kan bayar segala macam, bayar listrik, tempat, keamanan, kadang enggak terbayar. Akhirnya punya ide, keliling mendatangi pelanggan," kata Azis.

Menurut Azis, dengan berkeliling, ia bisa lebih mudah memasang sarung jok baru sesuai pilihan pelanggan dengan teliti. Apalagi seluruh peralatan yang dibutuhkan untuk pemasangan sarung jok sudah disiapkan terlebih dahulu.

Tidak menyerah

Ia juga bertekad untuk tidak menyerah jika mendapat sekali atau dua kali penolakan dari calon pelanggan, sebab menurut dia rezeki tak kemana.

"Bisa saja orang yang tadinya nggak beli jadi beli,” kata Azis.

Baca juga: Sudin Nakertrans Jakpus diminta percepat penanganan korban PHK EKONID

Sebagai tukang servis jok, Azis menyasar wilayah di Jakarta Utara seperti Sunter, Ancol, Mangga Dua, dan lain-lain. Sementara di Jakarta Barat mengarah ke Grogol hingga Mangga Besar.

“Biasanya nyamperin kalau ada yang nongkrong lebih dari satu. Saya tawarin," kata Azis.

Sementara untuk tarif pemasangan sarung jok yang ditawarkan, Azis mematok harga sesuai dengan jenis jok, apakah ditujukan untuk motor kecil atau besar hingga sejauh mana tingkat kesulitan pemasangan.

“Paling sedikit sehari bisa 3-4 (pasang sarung jok), kadang lebih. Kalau harga paling murah Rp 45 ribu buat motor kecil, ada juga yang Rp 60 ribu, Rp 80 ribu, Rp 100 ribu,” ujar dia.

Azis ingin bertahan menekuni profesi itu lebih lama. Apalagi pendapatan yang diperoleh setiap bulan dari jasa tersebut dinilai mencukupi kebutuhan keluarga.

“Sehari ada saja, keuntungannya ada saja, yang penting bisa menghidupi keluarga,” kata pria yang tinggal di kawasan Mangga Dua itu.

Kini di awal bulan Ramadan, Azis tetap menekuni pekerjaannya dengan berkeliling ibu kota, mulai dari pagi hingga malam hari sembari menunaikan ibadah puasa di bulan penuh berkah.

Angka pengangguran

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa memprediksi jumlah pengangguran di Indonesia akan mencapai 10,7 juta hingga 12,7 juta orang pada 2021.

Suharso mengatakan hal itu seiring dengan adanya potensi pertambahan jumlah pengangguran yang mencapai 4 juta sampai 5,5 juta orang pada tahun ini akibat pandemi COVID-19.

Sektor yang paling banyak kehilangan pekerja adalah perdagangan, industri manufaktur, konstruksi, jasa perusahaan, akomodasi, makanan dan minuman.

Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk 2020 lalu diperkirakan berada di kisaran 8,1 persen sampai 9,2 persen atau lebih tinggi dibandingkan target dalam APBN sebesar 4,8 sampai 5 persen dan realisasi 2019 sebesar 5,28 persen.

Bappenas telah menyusun strategi kebijakan untuk menurunkan tingkat pengangguran selama pandemi COVID-19, antara lain memulihkan ekonomi untuk menciptakan lapangan melalui pemulihan industri manufaktur, pariwisata, investasi, penumbuhan kewirausahaan, pembangunan infrastruktur sederhana di pedesaan berbasis padat karya.

Kebijakan berikutnya yakni mewujudkan angkatan kerja yang berkualitas dan produktif melalui sistem perlindungan sosial, sistem kesehatan, reformasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi untuk meningkatkan kualitas serta relevansi, peningkatan peran dan kerja sama industri/swasta.

Namun, seiring meningkatnya aktivitas ekonomi masyarakat dan stimulus fiskal yang juga akan semakin meningkat pada akhir tahun lalu diharapkan dapat mengurangi gelombang PHK yang ada, kendati potensinya masih ada.

Survei Danareksa Research Institute (DRI) yang diterima Antara di Jakarta, Jumat, menyebutkan 52,18 persen responden mengaku pandemi COVID-19 telah berdampak pada status pekerjaannya.

Dari 52,18 persen responden yang terdampak pandemi tersebut, terdiri atas 37,16 persen responden yang terkena pemotongan gaji/pengurangan jam kerja, ataupun karena perusahaan tutup sementara, sebanyak 10,80 persen terkena PHK, dan 4,58 persen memilih pindah ke pekerjaan atau profesi baru.

Sektor perdagangan menjadi pilihan favorit masyarakat untuk mencari pekerjaan baru selama pandemi COVID-19 dengan persentase sebesar 1,86 persen dari responden yang pindah profesi akibat pandemi.

Chief Economist Danareksa Research Institute Moekti P. Soejachmoen mengatakan bahwa responden dalam survei tersebut adalah 1.724 pekerja pada lima sektor usaha yaitu perdagangan, manufaktur, konstruksi, transportasi & pergudangan, dan sektor jasa lainnya di 6 Provinsi yaitu Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara.

Pandemi memang membuat banyak sektor usaha yang terpaksa mengurangi pekerjanya, namun bagi pekerja yang kurang beruntung ini PHK bukan akhir segalanya. Pemerintah memberikan peluang dan kemudahan untuk menjadi wirausaha seperti dillakukan Azis.

Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2021