Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin menyatakan bahwa kesenian ketoprak bisa menjadi ajang dakwah multikultural karena seni tradisi tersebut masih diminati oleh masyarakat.

"Selain menjaga seni tradisi sebagai budaya bangsa, pagelaran ketoprak oleh Muhammadiyah juga dapat dijadikan sebagai media dakwah," kata Din usai tampil dalam pentas kethoprak Pletheking Surya Ndadari di Yogyakarta, Selasa malam.

Ketoprak adalah sandiwara tradisional Jawa, biasanya memainkan cerita lama dengan iringan musik gamelan, disertai tari-tarian dan tembang.

Menurut dia, cerita yang dibangun dalam ketoprak dapat disisipi dengan pesan-pesan moral keagamaan sehingga secara tidak disadari akan terserap ke benak penonton.

Di dalam pentas ketoprak tersebut, Din berperan menjadi Ki Pamungkas, yaitu seseorang yang memberikan keadilan dan pencerahan kepada orang lain.

"Saya tidak minder ikut dalam pentas ini, meskipun Bahasa Jawa saya pas-pasan dan baru pertama kali ikut pentas ketoprak," katanya.

Di dalam pentas tersebut, Din yang berasal dari Sumbawa tidak menggunakan Bahasa Jawa secara utuh, tetapi justru lebih sering berdialog dengan Bahasa Indonesia.

Din bahkan berseloroh ingin ganti profesi menjadi pemain ketoprak apabila sudah tidak lagi disibukkan dengan urusan organisasi Muhammadiyah.

Sementara itu, Tarsan yang menjadi pembantu Ki Pamungkas di dalam lakon kethoprak tersebut menyatakan sangat bangga dapat diundang untuk bermain kethoprak bersama tokoh Muhammadiyah itu.

"Ini adalah suatu kehormatan bagi saya. Saya seperti sudah selevel dengan Ketua Umum Muhammadiyah karena berada di panggung yang sama," katanya.

Sedangkan Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto yang juga bermain di dalam ketoprak tersebut menyatakan, pentas ketoprak itu membuktikan bahwa Muhammadiyah tidak kering dari budaya.

"Sejak pembukaan muktamar, ditampilkan berbagai budaya bangsa, hingga akhirnya pentas ketoprak ini. Muhammadiyah tidak kering dari budaya," katanya.

Ketoprak tersebut bercerita tentang seseorang yang menentang kemajuan karena takut masyarakat akan menjadi semakin pintar sehingga tidak lagi dapat ditipu, namun akhirnya dapat disadarkan oleh pengertian dari Ki Pamungkas. (*)

(E013/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010