Jakarta (ANTARA News) - Chief Economist Bank DBS Singapura David Carbon menilai pertumbuhan ekonomi Asia perlu diperlambat setelah mencatat pertumbuhan ekonomi dua digit selama lima triwulan pasca krisis keuangan global sejak awal 2009.

"Produksi barang manufaktur naik terus dan belum melandai sejak Januari 2009. Prediksinya saat ini seharusnya pertumbuhan sudah melandai tapi ternyata pada Mei masih naik terus," kata David yang juga Managing Director for Economy and Currency Research Bank DBS Singapura, di Jakarta, Rabu.

David mengatakan negara-negara Asia telah benar-benar keluar dari krisis keuangan. Hal itu dapat terlihat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) di Asia yang saat ini mencapai 7,7 persen.

Meski pemulihan ekonomi Asia pasca krisis dinilai mengagumkan namun pertumbuhan Asia perlu bergerak lebih lambat, bukan lebih cepat.

DBS juga mengatakan bahwa konsumsi Asia menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi global. Sejak awal terjadinya krisis di kuartal III tahun 2008, konsumsi Asia tumbuh sebesar 17 persen, sementara Amerika hanya tumbuh 1 persen. Jepang dan Eropa bahkan lebih kecil lagi yaitu 0,5 dan 0,7 persen.

DBS berpendapat bahwa krisis utang yang saat ini sedang terjadi di Eropa tidak akan berpengaruh secara signifikan kepada Asia.

Krisis tersebut akan menyebabkan terjadinya penundaan kenaikan suku bunga di Asia, tapi tidak dalam waktu yang lama, sementara pengetatan moneter masih terus berlanjut pasca-krisis di Eropa.

DBS memproyeksikan akan terjadi kenaikan suku bunga di Asia setidaknya 50 basis poin pada akhir tahun ini. "Pertumbuhan ekonomi sudah naik, inflasi juga sudah pulih seperti sebelum masa krisis, jadi tinggal suku bunga yang belum naik," ujar David.

Pada kesempatan terpisah, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman Hadad, mengatakan kenaikan inflasi di Indonesia sebulan terakhir lebih didorong oleh faktor sementara yaitu naiknya harga bahan makanan segar seperti cabai dan sayur-mayur lainnya.

Oleh karena itu, BI telah memutuskan untuk mempertahankan BI rate pada posisi 6,5 persen untuk menjaga inflasi agar tetap pada target yaitu di level lima plus minus satu persen. (E014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010