Jakarta (ANTARA News) - Ketua Tim Penyidik Kasus Sistem Administrasi Badan Hukum, Faried Haryanto menepis anggapan adanya rekayasa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi Sisminbakum yang merugikan keuangan Rp420 miliar.

"Kasus Sisminbakum tidak direkayasa karena sudah ada putusan kasasinya di Mahkamah Agung untuk terdakwa Yohanes Woworuntu (terdakwa Sisminbakum)," katanya, di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya, Romli Atmasasmita, mantan Direktur Jenderal Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM yang menjadi terpidana kasus Sisminbakum, menyatakan adanya "rekayasa "dalam penanganan kasus Sisminbakum.

Romli menilai adanya rekayasa itu setelah Polda Metro Jaya menetapkan Ketua Koperasi Pengayoman Pegawai Kementerian Hukum dan HAM, Basoeki, sebagai tersangka pemalsuan tanda tangan kerja sama antara Ditjen AHU dengan koperasi terkait pembagian keuntungan tertanggal 25 Juli 2001.

Surat perjanjian itu, versi Romli dianggap sebagai awal penyidikan oleh Kejagung terkait dugaan korupsi pada Sisminbakum hingga proses hukum terhadap dirinya itu, menyalahi aturan.

Faried yang saat ini menjabat sebagai Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, menyatakan adanya putusan MA yang memperberat hukuman bagi mantan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika, Yohanes Woworuntu, berarti tidak perlu diperdebatkan lagi soal keabsahan penyidikan Sisminbakum.

"Kasus ini kan sudah ada putusan Mahkamah Agung untuk Yohanes. Jadi apa lagi yang diperdebatkan?," katanya.

"MA mengatakan ini kasus korupsi, berarti kan ada tindak korupsinya. Jadi kalau dibilang ada rekayasa kasus bukan korupsi lalu dijadikan kasus korupsi, itu tidak benar," katanya.

Ia menegaskan ada atau tidak adanya surat 25 Juli 2001 yang menjadi bekal alasan Romli dalam mempertanyakan keabsahan penyidikan Sisminbakum, tidak menjadi masalah bagi Kejagung.

"Artinya persoalan (palsu atau asli) surat perjanjian 25 juli itu, tidak menggugurkan kasusnya. Yang jelas saksi-saksi sudah membenarkan ada pembagian keuntungan dari dana itu, apalagi yang jadi masalah?," katanya. (R021/A011)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010