Kairo (ANTARA News/Reuters) - Sudan mengusir dua pekerja bantuan, Kamis, tiga hari setelah Pengadilan Kejahatan Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Omar Hassan al-Bashir atas tuduhan genosida.

"Dua orang staf saya telah diminta meninggalkan negara itu," kata kepala misi Organisasi Imigrasi Internasional Jill Helke kepada Reuters melalui telefon dari Khartoum.

Jill Helke menyatakan, ia menyesalkan tindakan pemerintah Sudan itu. Kedua pekerja bantuan itu akan meninggalkan Sudan pada Sabtu.

Markas Organisasi Imigrasi Internasional (IOM) di Jenewa mengkonfirmasi pengusiran itu dan mengatakan, pemerintah Sudan tidak memberikan penjelasan atas keputusan tersebut.

Kedua staf internasional itu bekerja membantu pengungsi di Darfur, kata IOM dalam sebuah pernyataan.

Tuduhan genosida yang dikeluarkan Senin itu merupakan tindak lanjut dari surat perintah penangkapan pada Maret 2009 oleh pengadilan di Den Haag terhadap Bashir atas tuduhan kejahatan perang dalam konflik di Darfur.

Bashir telah membantah tuduhan-tuduhan pengadilan itu dan menyebutnya sebagai bagian dari konspirasi Barat untuk menjatuhkannya. Surat perintah penangkapan itu merupakan yang pertama dikeluarkan pengadilan tersebut terhadap seorang kepala negara yang aktif.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan.

Ketegangan meningkat di Sudan setelah Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) pada 4 Maret 2009 memerintahkan penangkapan terhadap Bashir.

Jurubicara ICC Laurence Blairon mengatakan kepada wartawan di pengadilan yang berlokasi di Den Haag, surat perintah penangkapan terhadap Bashir itu berisikan tujuh tuduhan -- lima kejahatan atas kemanusiaan dan dua kejahatan perang.

Sudan bereaksi dengan mengusir 13 organisasi bantuan dengan mengatakan, mereka telah membantu pengadilan internasional di Den Haag itu, namun tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok-kelompok bantuan itu.

Sejumlah pejabat PBB yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan, pengusiran badan-badan bantuan itu akan memiliki dampak yang sangat merugikan bagi rakyat Darfur.

Para ahli internasional mengatakan, pertempuran tujuh tahun di Darfur telah menewaskan 300.000 orang dan lebih dari 2,7 juta orang terusir dari tempat tinggal mereka. Khartoum mengatakan, hanya 10.000 orang tewas.

Maju-mundur proses perdamaian antara kedua pihak berlangsung sejak tahun lalu.

Pemberontak utama Darfur mengadakan dua babak perundingan dengan para pejabat pemerintah Khartoum di Qatar pada Februari dan Mei 2009.

Pada Februari tahun lalu, Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan pemerintah Khartoum mengenai langkah-langkah pembangunan kepercayaan yang bertujuan mencapai perjanjian perdamaian resmi.

Pada Mei 2009, JEM sepakat memulai lagi perundingan dengan Khartoum yang dihentikannya setelah pengadilan internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir karena kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan di Darfur, Sudan barat.

Perundingan antara pemerintah Khartoum dan pemberontak Darfur untuk mengatasi konflik itu telah ditunda beberapa kali pada tahun lalu.

Perundingan yang dituanrumahahi Qatar itu sebelumnya dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober namun pertemuan tersebut ditunda sampai 16 November karena waktunya bertepatan dengan pertemuan puncak Uni Afrika. Jadwal terakhir itu pun ditunda hingga waktu yang belum ditentukan, kata penengah PBB dan Uni Afrika.

Kegagalan perundingan telah mengarah pada peningkatan kekerasan akhir-akhir ini di Darfur.

Bentrokan-bentrokan di wilayah itu menewaskan 221 orang pada Juni, sebagian besar akibat pertikaian antara suku-suku Arab yang bersaing, kata misi penjaga perdamaian PBB dan Uni Afrika (UNAMID).

Pada Mei, hampir 600 orang tewas dalam pertempuran, menurut sebuah dokumen internal UNAMID. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010