Timika (ANTARA News) - Karius Murib, seorang pendulang emas tradisional, tewas setelah kamp yang mereka tempati di Kali Bua dekat Kampung Utikini Lama, Distrik Tembagapura, Mimika, Papua, diterjang longsor pada Senin malam sekitar pukul 21.00 WIT.

Pejabat Sementara Kapolsek Tembagapura AKP Milwani yang dihubungi ANTARA dari Timika mengatakan jumlah korban meninggal satu orang, sementara korban luka-luka 13 orang.

"Sampai sekarang para korban ada yang masih dirawat di Rumah Sakit Waa Banti, sebagian di RS Tembagapura dan yang lainnya sudah diperbolehkan kembali ke rumah mereka," jelas Milwani.

Ia mengatakan, peristiwa longsor itu terjadi akibat curah hujan yang tinggi di wilayah Tembagapura dalam beberapa hari terakhir. Longsor itu juga menyebabkan dua buah kamp (tempat tinggal sementara) para pendulang tradisional hanyut terbawa material batu, pasir dan air bandang.

Adapun korban meninggal (Karius Murib), katanya, merupakan warga Kampung Utikini Lama Tembagapura dan rencananya akan dikebumikan pada Rabu (21/7).

Sebelumnya, Manajer Corporate Communications PT Freeport Indonesia Budiman Moerdijat membenarkan terjadi peristiwa longsor di Kampung Utikini Lama, Distrik Tembagapura, di luar areal pertambangan Freeport.

Menurut Budiman, Freeport melalui Emergency Response Group (ERG) telah memberikan bantuan kepada para korban yang mengalami luka-luka dalam kejadian tersebut.

Sementara itu anggota Komisi B DPRD Mimika Wilhelmus Pigai menyatakan prihatin dengan seringnya jatuh korban di pihak pendulang tradisional saat sedang mengais butiran emas di Sungai Aijkwa (Kali Kabur).

Sungai Aijkwa menjadi sarana mengalirkan material tailing Freeport dari pabrik pengolahan di Mile 74 Tembagapura ke wilayah dataran rendah di samping Kota Timika.

"Kami prihatin karena dalam beberapa tahun terakhir sudah sekian banyak pendulang tradisional yang tewas akibat tertimbun tanah longsor," kata Pigai.

Meski begitu, katanya, persoalan pendulangan tradisional di areal Freeport selama ini merupakan persoalan kompleks yang sulit dicari solusinya karena terkait banyak kepentingan, termasuk kepentingan masyarakat sendiri untuk bisa bertahan hidup.

(E015/Z003/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010