Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra menyatakan tidak etis seorang hakim memberi isyarat menolak suatu permohonan dalam perkara sementara sidang pengadilan sedang berjalan.

"Terkait dengan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi Machfud MD bahwa MK akan menolak permohonan provisi dalam perkara uji meteri UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, saya enggan menanggapinya. Tidaklah etis kalau saya berpolemik dengan Ketua MK mengenai perkara yang sedang ditanganinya," kata Yusril di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, salah satu alasan mengapa dulu ia enggan menerima tawaran menjadi hakim MK karena menolak memberi tanggapam kepada wartawan terhadap sesuatu perkara yang sedang ditanganinya. Hakim tidak boleh terpancing dengan pertanyaan wartawan karena dapat menimbulkan kesan dan telah memutus perkara sebelum sidang.

"Saya tahu itu tidak baik sebab itu saya tidak mau jadi hakim meskipun saya pernah menjadi Menteri Kehakiman dalam tiga kabinet," katanya

Yusril yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Kementerian Hukum dan HAM juga tidak mau mengomentari pihak yang ditunjuk menjadi kuasa hukum presiden dalam perkara uji materi UU Kejaksaan tersebut di MK.

"Itu sepenuhnya hak presiden," katanya.

Dalam menghadapi uji meteri UU Kejaksaan ini, presiden menunjuk Menteri Hukum dan HAM sebagai kuasa hukum.Menurut dia, salah satu alasan mengapa dulu ia enggan menerima tawaran menjadi hakim MK.

Yusril juga enggan mengomentari siapa yang akan menjadi kuasa hukum DPR.

"Saya memang sendiri maju ke MK tanpa kuasa hukum. Saya telah menyiapkan bukti serta saksi ahli dan saksi fakta serta segudang arugmen untuk mematahkan sanggahan kuasa hukum presiden di sidang MK nanti," tegasnya.

Salah satu perlawanan Yusril terkait dengan statusnya sebagai tersangka adalah mempermasalahkan legalitas Jaksa Agung Hendarman Supandji dan melakukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (Pasal 22 Ayat (1) huruf d).

"Kalau dia  gadungan masa mau patuh, saya mau beri pendidikan juga ke rakyat soal ini," katanya menegaskan.

Menurut Yusril, bagi dirinya konstitusionalitas sangat penting. "Apabila seseorang mau diperiksa atau ditangkap yang dianggap polisi itu gadungan harus ada klarifikasi dulu, sah atau tidak sah, kecuali di pengadilan dan sudah berdebat di pengadilan," ujarnya.

Dia mengatakan, "Saya tak ada sedikit pun punya perasaan membangkang kalau persoalan ini `clear` terlebih dahulu. Saya kira itu penting karena implikasi dari kebijakan dan tindakan itu juga bawa implikasi hak asasi manusia."

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010