Sanaa (ANTARA News/AFP) - Kementerian pertahanan Yaman membantah berita bahwa gerilyawan Syiah di wilayah utara negara itu telah menangkap sejumlah prajurit dari satuan garda republik angkatan darat, demikian dilaporkan kantor berita Saba, Rabu.

Klaim bahwa gerilyawan Syiah Huthi menangkap 200 prajurit garda republik "tidak berdasar", kata Saba di situs beritanya mengutip pernyataan seorang juru bicara kementerian pertahanan.

"Pasukan garda republik tidak berada di pos-pos yang disebutkan," kata juru bicara itu.

Namun, tidak jelas apakah prajurit-prajurit dari satuan lain telah ditangkap oleh kelompok gerilya tersebut di Yaman bagian utara.

Selasa, seorang pejabat militer mengatakan kepada AFP, "(gerilyawan) Huthi menangkap 200 prajurit anggota resimen 72 garda republik angkatan darat".

Prajurit-prajurit itu dikabarkan ditangkap setelah gerilyawan hari Senin menguasai sebuah pos militer strategis di Al-Zaala di provinsi Amran, dimana mereka terlibat dalam pertempuran mematikan dengan orang-orang suku yang didukung militer.

Bentrokan-bentrokan meletus pada 19 Juli dan berlangsung selama sembilan hari, yang mengguncang gencatan senjata yang sudah rapuh yang ditandatangani pada Februari.

Gerilyawan Syiah dan pemerintah menyetujui gencatan senjata untuk mengakhiri perang di kawasan utara pada Februari. Sejumlah gencatan senjata sebelumnya tidak berhasil ditegakkan.

Gencatan senjata yang mulai berlaku Jumat (12/2) itu merupakan upaya terakhir pemerintah untuk mengakhiri kekerasan bersenjata di wilayah utara yang telah menewaskan ribuan orang dan mengakibatkan 250.000 orang mengungsi.

Kelompok Huthi menuduh pemerintah melakukan diskriminasi ekonomi, sosial dan keagamaan, namun Sanaa membantah tuduhan tersebut.

Ketegangan antara Huthi dan suku Ibn Aziz, yang juga dari kelompok Syiah namun pro-pemerintah, meningkat dalam beberapa bulan ini. Bentrokan-bentrokan pekan lalu merupakan yang paling mematikan sejak gencatan senjata tersebut dan telah membuat pemerintah mengerahkan pasukan.

Seorang pejabat menyatakan, Kamis (22/7), bentrokan lima hari antara kedua kubu itu menewaskan sedikitnya 69 orang.

Selain menangani kekerasan gerilyawan Syiah di wilayah utara, pemerintah Yaman juga menghadapi separatisme di Yaman bagian selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh telah mendesak rakyat Yaman tidak mendengarkan seruan-seruan pemisahan diri, yang katanya sama dengan pengkhianatan.

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Sanaa menyatakan, pasukan Yaman membunuh puluhan anggota Al-Qaeda dalam dua serangan pada Desember.

Kedutaan Besar Inggris di Sanaa juga menjadi sasaran rencana serangan bunuh diri Al-Qaeda yang digagalkan aparat keamanan Yaman pada pertengahan Desember.

Sebuah sel Al-Qaeda yang dihancurkan di Arhab, 35 kilometer sebelah utara ibukota Yaman tersebut, "bertujuan menyusup dan meledakkan sasaran-sasaran yang mencakup Kedutaan Besar Inggris, kepentingan asing dan bangunan pemerintah", menurut sebuah pernyataan yang dipasang di situs 26Sep.net surat kabar kementerian pertahanan.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010