Medan (ANTARA News) - Pengamat hukum dari Universitas Sumatera Utara, Dr Pedastaren Tarigan, SH, mengatakan, kepolisian harus mampu memutus habis jaringan teroris agar tidak bisa mengkader pengikutnya dan membuat gerakan-gerakan yang merugikan rakyat, bangsa dan negara.

"Segala gerakan teroris ini harus tetap diwaspadai dan jangan sampai lengah sedikitpun, karena akan mengganggu keamanan dan ketertiban di masyarakat," katanya menjawab ANTARA di Medan, Kamis.

Hal tersebut ditegaskannya ketika diminta komentarnya mengenai wacana pemisahan tahanan teroris dengn tahanan lainnya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Pedastaren mengatakan, wacana yang disampaikan kepolisian untuk memisahkan tahanan teroris merupakan ide yang cukup baik dan perlu disikapi secara bijaksana.

Karena, katanya, pemisahan tahanan teroris itu ada baiknya untuk bisa memantau segala gerak- gerik mereka di dalam penjara tersebut.

Selain itu, petugas Lembaga Pemasyarakatan bisa dengan mudah untuk mengawasi mereka."Teroris yang menjalani proses hukum itu dengan mudah dapat dipantau," kata Dosen Senior Fakultas HUkum USU itu.

Menurut dia, jaringan atau mata rantai teroris di negeri ini, perlu diawasi terus, sehingga mereka tidak bisa mengkader tenaga baru untuk jadi anggota mereka.

Oleh karena itu, katanya, langkah yang diambil kepolisian untuk mengusulkan pembangunan Lapas baru bagi teroris itu merupakan pemikiran yang bagus."Maunya pemerintah bisa merealisasikan Lapas khusus teroris itu," ujarnya.

Ia mengatakan, kelompok teroris itu sangat berbahaya, dan tidak pernah berhenti dalam melancarkan aksi-aksinya untuk membuat berbagai gangguan keamanan.

"Kepolisian juga diminta dapat membongkar jaringan teroris di dalam negeri, maupun luar negeri.Segala yang berbau teroris harus diberantas habis dan jangan dibiarkan hidup di negeri tercinta ini," kata Pedastaren.

Sebelumnya, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen Ito Sumardi mengatakan perlunya pemisahan penjara teroris dengan pelanggar hukum lainnya.

"Kejahatan terorisme beda dengan kejahatan biasa, kalau dikumpulkan menjadi satu saya khawatir justru terjadi proses regenerasi," kata Ito Sumardi saat simposium nasional "Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme", di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, beberapa kasus menunjukkan, penjara menjadi tempat yang bisa digunakan untuk merekrut teroris baru. Ia mencontohkan kasus Yuli Harsono, mantan anggota TNI AD yang dipecat dan dimasukkan ke penjara Sukamiskin Bandung karena menjual amunisi.

Yuli di duga direkrut dalam penjara itu oleh Omar Abdurrahman, pelaku terpidana kasus bom Cimanggis Depok 2004. Setelah keluar dari penjara, Yuli diidentifikasi menjadi pengikut teroris dan menyerang kantor polisi yang mengakibatkan tewasnya tiga anggota polisi setempat.

"Proses rehabilitasi di lapas belum selesai, perlu lapas khusus teroris yang seperti diusulkan oleh Polri," katanya. (M034/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010