Bogor (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa pemerintah akan memberi bantuan kepada korban tumpahan minyak kilang Montara di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur.

"Perlu ada bantuan kepada masyarakat terdampak," kata Presiden Yudhoyono saat membuka rapat kerja nasional di Istana Bogor, Kamis.

Bantuan itu, kata Presiden, harus diberikan kepada para petani dan nelayan karena mereka yang paling merasakan dampak tumpahan minyak akibat meledaknya kilang perusahaan milik Australia, The Montara Well Head Platform, itu.

Presiden menegaskan, tim dari Indonesia telah mencapai sejumlah kemajuan dalam memperjuangkan bantuan kepada masyarakat setempat.

Presiden memerintahkan pihak terkait untuk melakukan perundingan dengan Australia dan Thailand untuk membahas ganti rugi bagi Indonesia.

Pemerintah Indonesia dan Australia sepakat untuk melakukan pertukaran data terkait penyelesaian kasus tumpahan minyak di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur, akibat meledaknya kilang Montara.

"Kementerian Luar Negeri sudah rapat dangan Kedutaan Besar Austalia terkait pertukaran data," kata Menteri Perhubungan Freddy Numberi yang juga ketua tim perunding Indonesia untuk kasus Montara.

Freddy menjelaskan, pemerintah Indonesia sedang menunggu pembahasan internal pihak-pihak yang terkait dengan kilang Montara. Freddy menolak menyebut jumlah kerugian yang akan diklaim oleh Indonesia.

Dia menjelaskan, Indonesia tidak hanya akan mengajukan klaim atas kerusakan lingkungan, melainkan juga klaim biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan itu. "Jadi kita ajukan itu sekaligus," katanya.

Kilang Montara meledak pada Agustus 2009. Akibatnya, minyak mentah di kilang itu tumpah dan mencemari Laut Timor.

Pencemaran Laut Timor pada 2009 meluas ke perairan di sekitar Kabupaten Rote Ndao, bahkan hingga Laut Sawu, terutama sekitar Kabupaten Sabu Raijua dan pantai selatan Pulau Timor.

Tumpahan minyak akibat meledaknya kilang perusahaan milik Australia The Montara Well Head Platform itu mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sekitar.

Bupati Rote Ndao, Lens Haning berkali-kali menyampaikan keluhan berkaitan dengan pencemaran tersebut, antara lain hasil tangkapan nelayan berkurang dan rumput laut yang dikembangkan warga di pesisir Pulau Rote mati karena tercemar gumpalan minyak mentah.

Bupati Rote Ndao juga menyatakan, tumpahan minyak itu mencemari sekitar 16.420 km per segi wilayah Laut Timor yang tercakup dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Kerusakan ekosistem laut dan kematian berbagai jenis biota laut mengakibatkan anjloknya pendapatan nelayan dan petani rumput.

Sebelum terjadi pencemaran, petani rumput laut di Rote Ndao dapat memproduksi 7334 ton rumput luat kering per tahun. Pada tahun 2009, atau setelah pencemaran terjadi, produksi turun hingga 1.512 ton. Bahkan, hingga Juni 2010, produksi rumput laut kering di Rote baru mencapai 341,4 ton.
(F008/s018)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010