Jakarta (ANTARA) - Bagi warga Jakarta mungkin merasakan ada perubahan terhadap udara Jakarta sejak awal 2021 yang kini dirasakan semakin bersih terutama di pagi hari.

Kondisi ini membuat warga Jakarta mulai suka untuk berjalan kaki di jalur pedestrian atau bersepeda. Padahal di tahun 2019 Jakarta sempat dicap sebagai ibu kota dengan tingkat polusi tinggi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebutkan pandemi virus corona (COVID-19) membuat kualitas udara di Ibu Kota membaik. Ada peningkatan kualitas udara mencapai 50 persen dibandingkan tahun lalu. Hal itu dikarenakan sebagian aktivitas masyarakat dilaksanakan dari rumah.

Hal tersebut ditandai dengan penurunan konsentrasi rata-rata particulate matter (PM)2,5 bulanan dibandingkan 2019, yaitu mencapai 14 sampai 50 persen. Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menunjukkan hal itu.

Banyak hal yang dapat dipelajari dari hal itu. Kendaraan bermotor yang memilik standar Eropa (Euro 4), penggunaan transportasi publik yang semakin ramah lingkungan, sektor usaha yang mulai berorientasi kepada lingkungan, serta kian meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memelihara lingkungan semuanya menjadi penyumbang membaiknya kualitas udara.

Ditambah selama pandemi ini mobilitas masyarakat kian terbatas. Kalaupun harus keluar rumah transportasi publik menjadi pilihan selain terjangkau, nyaman, juga lebih cepat. Tak hanya itu kian rajinnya Pemprov DKI menghadirkan berbagai tanaman juga ikut memberi kontribusi.

Baca juga: Dinas LH DKI umumkan kendaraan tak ikut uji emisi bisa kena tilang
Baca juga: Syarat perpanjangan STNK diusulkan disertai hasil uji emisi
Sejumlah pengendara mobil dan motor antre untuk pemeriksaan uji emisi gas buangan di kantor Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Selasa (26/1/2021). Pemprov DKI Jakarta mewajibkan setiap kendaraan berusia di atas 3 tahun yang ada di Ibu Kota lulus uji emisi, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tentang uji emisi gas buang kendaraan bermotor, pengganti Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2007. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc. 

Target
Isu pemanasan global dan perubahan iklim sudah mengemuka sejak Rio Summit tahun 1992. Upaya mencegah pemanasan global dan pengurangan emisi karbon diwujudkan dalam Paris Agreement pada 2015, yang bertujuan untuk mencegah kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat Celsius.

Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi Paris Agreement dan telah mencanangkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional sampai tahun 2030.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam diskusi CEO (CEO Talks) bertajuk "Sustainability ExecutiveConnect" mengatakan sektor usaha memegang peranan penting dalam menghasilkan emisi rendah karbon. Terkait hal itu pemerintah telah memberikan insentif fiskal dan non fiskal bagi perusahaan yang telah mewujudkannya.

Selain itu untuk memenuhi tujuan ke arah pembangunan rendah karbon pemerintah juga terus mendukung dan menjadi bagian dari komitmen Paris Agreement melalui ekonomi rendah karbon dan terus melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap dampak negatif perubahan iklim.

Adapun sektor-sektor yang diharapkan memiliki peran penting menurunkan emisi karbon yakni kehutanan, pertanian, limbah, energi, transportasi dan industri.

Seiring dengan komitmen pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai target secara efektif dan efisien, maka berbagai kebijakan terus digulirkan termasuk inisiatif, program, dan stimulus.

Bagi sektor usaha, kebijakan pemerintah ini mendapat dukungan mengingat terciptanya lingkungan yang bersih tentunya juga memberikan dampak positif bagi bisnis mereka. Apalagi banyak dari perusahaan yang beroperasi di Indonesia ingin terus berkelanjutan (sustainable) dalam menjalankan aktivitasnya.

Hal tersebut persis diungkap President Director & Country Chairman PT Shell Indonesia Dian Andyasuri yang menyatakan pentingnya peran bersama dalam mewujudkan masa depan energi yang lebih bersih bahkan mengarah kepada "zero emission" atau peniadaan emisi pada tahun 2050.

Bahkan Dian mengatakan bersama-sama dengan industri di Indonesia ingin menjadi mitra pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka mewujudkan transisi energi menjadi "zero emission" ini.

Perubahan signifikan di industri energi adalah salah satu cermin dari tantangan dan peluang di tingkat global dan nasional yang membutuhkan inovasi dan solusi untuk dapat menghadapi secara efektif.

Sangatlah penting bagi seluruh pelaku industri, untuk dapat bekerjasama guna mewujudkan agenda penyediaan dan solusi energi yang lebih bersih dalam mendukung kesuksesan transisi energi di Indonesia saat ini dan di masa mendatang.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) Pandu Sjahrir tengah melakukan kajian dengan pihak ketiga untuk mencari peluang dari sisi kredit karbon dan "trading" karbon bagi para pelaku usaha di bisnis industri batu bara.

Bahkan dalam waktu dua hingga tiga tahun kedepan akan ada transformasi amat besar di industri tersebut, dimana akan menggandeng pemerintahan untuk membuat menjadikan negara yang bisa mencapai "zero carbon emission".

Baca juga: Uji emisi kendaraan upaya Pemda DKI minimalisir pencemaran udara
Baca juga: Pemprov DKI ajak masyarakat gunakan BBM berkualitas
Petugas Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Jakarta Selatan melaksanakan pengecekan uji emisi kendaraan di Kantor Sudin LH, Jakarta Selatan. ANTARA/HO-Kominfotik Jakarta Selatan/aa.
Berbasis transit
Hal senada juga dikemukakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedam saat berbicara dalam ajang dialog pimpinan 40 kota-kota besar di dunia dengan Sekjen PBB. Pemerintah kota memiliki peran penting dalam perubahan iklim dengan memastikan lingkungan yang ditempati warganya layak huni.

Pemerintah kota harus mampu mengatasi dampak perubahan iklim dengan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi emisi di wilayahnya.

Jakarta sebagai ibu kota, menurut Anies, telah berkomitmen dan mengerjakan berbagai aksi agar menjadi kota berketahanan iklim untuk memenuhi target "zero emission" pada tahun 2050.

Salah satu langkah aksinya dengan bertransformasi dari pembangunan yang berbasis mobil menjadi pembangunan berbasis transit dengan terus dikembangkannya jaringan transportasi publik yang nyaman, aman dan modern.

Dari ajang ini masih banyak tugas yang diemban Ibu Kota Jakarta untuk mewujudkan perubahan iklim yang lebih baik. Diantaranya perluasan jaringan transportasi publik, jalur sepeda, jalur pedestrian dan banyak lagi lainnya.

Namun untuk mewujudkan sebagai kota ramah lingkungan berpulang kembali kepada kemauan warganya. Bisakah beralih menggunakan transportasi umum terutama bagi pengguna sepeda motor?

Lantas bagi industri terutama skala menengah dan kecil untuk mulai menggunakan teknologi yang lebih rendah emisi?

Dengan teknologi digital saat ini sudah seharusnya mobilitas masyarakat di kota-kota besar kian berkurang sehingga pada akhirnya dapat mengurangi emisi karbon dalam jumlah yang signifikan.

Memang langkah itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan, namun dengan berbagai kebijakan yang digulirkan pemerintah setidaknya arah perbaikan iklim sudah mengarah kepada jalur yang benar.

Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021