Bandung, 8 Agustus 2010 (ANTARA) - Negara berkembang yang menjadi anggota Islamic Development Bank (IDB) masih mengalami kesulitan dalam memperoleh pra kualifikasi produk vaksin dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Padahal di negara tersebut telah memiliki industri vaksin. Tercatat ada 23 negara berkembang anggota IDB yang telah memiliki industri vaksin. Di antaranya adalah Pasteur Institute of Iran, Pasteur Institute of Tunisia, Vacsera (Mesir), Nine Bio (Malaysia), Razi Vaccine & Serum Research Institute (Iran), Lanavet (Senegal) dan NIH (National Institute of Health) Pakistan.

     Namun sejauh ini baru Bio Farma Indonesia yang telah mengantongi pra kualifikasi WHO. "Adanya pra kualifikasi WHO menjadi kendala untuk berkembangnya industri vaksin," kata Kevin Sokhraie, Bussines Development Manager Pasteur Institute of Iran.

     Untuk memperoleh prakualifikasi WHO, negara berkembang membutuhkan biaya banyak guna pembangunan infrastruktur. Masih adanya prakualifikasi WHO ini, dapat menghambat upaya kemandirian produksi vaksin sebagaimana yang dicanangkan dalam 6th Annual Meeting IDB-SRVP. Dalam forum di Bandung kali ini delegasi negara berkembang memberikan masukan supaya prosedur prakualifikasi WHO harus direvisi.

     Direktur Produksi Bio Farma Mahendra Suhardono mengatakan aspek GMP (Good Manufacturing Practice) sebagai syarat prakualifikasi WHO setiap tahun terus meningkat. "Forum meminta agar pada saat assesment auditor WHO mengunakan standard GMP WHO, bukan GMP dari negara asal auditor," kata Mahendra.

     Mahendra menyatakan, dengan standard GMP WHO tetap bertujuan untuk melindungi keselamatan pasien. Forum ini tidak ingin menciptakan standard GMP baru, melainkan sebagai ajang saling membantu di antara negara berkembang supaya mencapai standard minimum GMP WHO.

     Bio Farma sebagai satu-satunya industri anggota IDB yang telah memperoleh prakualifikasi WHO siap berbagi pengalaman dengan negara berkembang lainnya dalam mempreoleh prakualifikasi WHO. Diharapkan, muncul perimbangan vendor dari negara maju dengan vendor negara berkembang dalam mensuplai vaksin ke UNICEF.

     Ada beberapa vaksin produksi Bio Farma yang telah memperoleh prakualifikasi WHO seperti vaksin polio dan campak yang prakualifikasinya diperoleh pada tahun 1997. Kemudian, di tahun 2001 untuk difteri, tetanus, dan pertussiss.

     Pada tahun 2003 Bio Farma memperoleh prakualifikasi untuk tetanus uniject. "Di tahun 2004 hepatitis uniject, tahun 2006 untuk DTP-HB dan campak, tahun 2009 untuk mOPV tipe 1, dan tahun 2010 yang terbaru untuk bOPV tipe 1,3," jelas Corporate Secretary Rahman Rustan.

     Sementara delegasi WHO Huoda Langar mengatakan WHO berwenang penuh menilai produk vaksin sudah sesuai standard prakualifikasi atau tidak. GMP merupakan bagian dari pemastian mutu supaya kualitas mutu produk tetap sesuai dengan standard WHO. GMP sendiri dinilai mulai dari proses pembuatan, validasi, hingga ke fasilitas laboratorium yang memadai.

     Dalam forum Haouda Langar memberikan materi terkait prosedur sertifikasi WHO bagi negara-negara berkembang anggota IDB.

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010