Seoul (ANTARA News/AFP) - Korea Utara menahan sebuah kapal nelayan Korea Selatan di lepas pantai timur semenanjung Korea, kata penjaga pantai Seoul, Minggu, di tengah meningkatnya ketegangan terkait dengan latihan angkatan laut besar-besaran Korea Selatan.

Kapal itu, yang diawaki oleh empat orang Korea Selatan dan tiga orang China, ditahan ketika beroperasi di dekat zona ekonomi eksklusif Korea Utara di Laut Jepang (Laut Timur), kata penjaga pantai dalam sebuah pernyataan.

Kapal itu ditarik Minggu ke pelabuhan Songjin, wilayah timurlaut Korea Utara.

"Kami mendesak pihak berwenang Korea Utara menangani kasus ini sesuai dengan norma dan praktik internasional dan mengembalikan kapal dan awaknya secepat mungkin," kata penjaga pantai Korea Selatan.

Belum jelas apakah kapal Daeseung 55 seberat 41 ton itu dituduh melakukan pencarian ikan secara ilegal.

Penahanan kapal itu dilakukan pada hari keempat dari latihan lima hari Korea Selatan di Laut Kuning di sisi lain semenanjung tersebut. Latihan itu telah menyulut amarah dan ancaman pembalasan dari Korea Utara.

Ketegangan lintas-batas meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo sebuah kapal perang Seoul yang menewaskan 46 orang pada akhir Mei.

Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan provokatif yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.

Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.

Ketegangan meningkat sejak tenggelamnya kapal perang Korea Selatan Cheonan pada 26 Maret.

Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.

Korea Utara telah membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal Cheonan di dekat perbatasan laut yang disengketakan kedua negara Korea itu.

Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.

Sebanyak 46 orang awak Korea Selatan tewas ketika kapal perang itu tenggelam di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada Maret lalu dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.

Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.

Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.

Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".

Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.

"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.

Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010