Srinagar (ANTARA News/AFP) - Empat pemrotes tewas Jumat ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan selama protes anti-India di Kashmir, kata polisi.

Dengan kematian keempat orang itu, jumlah korban tewas dalam protes keras dua bulan di Kashmir India yang berpenduduk mayoritas muslim menjadi 55.

Kekerasan mematikan itu terjadi ketika tokoh separatis berpengaruh Mirwaiz Umar Farooq dibebaskan dari penahanan rumah beberapa pekan oleh pihak berwenang dan memimpin ribuan orang turun ke jalan di Srinagar untuk menentang kekuasaan India di Kashmir.

Pemrotes meneriakkan "Kami ingin kebebasan!" ketika mereka bergerak dengan perlahan di jalan-jalan kota itu.

"Jika orang India beranggapan bahwa dengan membunuh anak-anak muda kami mereka menindas gerakan ini, maka mereka salah," kata Farooq, yang juga seorang ulama, dalam pernyataan selama khutbah Jumat, yang segera disambut riuh oleh massa dengan meneriakkan "Darah harus dibalas dengan darah".

Penembakan mati pertama Jumat menimpa seorang remaja yang berusia 17 tahun di desa Trehgam, sebelah utara Srinagar, ibukota musim panas Kashmir India.

"Ratusan orang memadati jalan setelah sholat subuh dan melakukan demonstrasi gaduh anti-India," kata saksi Abdul Rashid, yang menuduh pasukan keamanan melepaskan tembakan tanpa ada provokasi.

Kekerasan itu terjadi sehari setelah awal bulan suci Ramadan, yang dimulai pada Kamis di Kashmir India.

Polisi menyatakan, mereka melepaskan tembakan peluru amunisi setelah demonstran melempari mereka dengan batu.

"Beberapa orang cedera, termasuk seorang wanita yang berusia 60 tahun," kata seorang polisi yang meminta tidak disebutkan namanya.

Setelah kejadian itu, jam malam kemudian diberlakukan untuk mencegah kekerasan lebih lanjut.

Seorang pria 65 tahun tewas ketika pasukan menembakkan gas air mata dan peluru amunisi setelah ratusan pemrotes menyerang kantor polisi di kota Patan, juga sebelah utara Srinagar, kata polisi.

Pasukan keamanan juga memembak mati dua remaja di Sopore, ketika tembakan gas air mata dan penggunaan pentungan gagal memadamkan demonstrasi yang terjadi setelah sholat Jumat, kata polisi.

Pembunuhan-pembunuhan itu menyulut protes keras lebih lanjut di sejumlah kota besar di Kashmir, kata seorang juru bicara kepolisian, dengan menambahkan bahwa bentrokan yang terjadi melukai 30 personel keamanan dan 10 warga sipil.

Enam dari korban-korban cedera sipil terkena tembakan peluru dan tiga dari mereka berada dalam "kondisi sangat kritis", kata sejumlah dokter.

Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi pada 11 Juni.

Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.

Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Banyak pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.

Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010