Tokyo (ANTARA News)- Jepang Minggu memperingati hari ulang tahun ke-65 penyerahannya dalam Perang Dunia II tanpa kunjungan menteri-menteri kabinet ke kuil perang yang kontroversial, yang secara teratur memancing kemarahan seluruh Asia.

Untuk pertama kalinya dalam sedikitnya seperempat abad, tidak ada menteri pemerintah yang berkunjung ke kuil Yasukuni, di Tokyo, yang didirikan untuk dipersembahkan kepada 2,5 juta orang yang tewas akibat perang, termasuk 14 dari penjahat perang terkemuka Jepang.

Peringatan hari ulang tahun ini adalah yang pertama sejak Perdana Menteri Naoto Kan, dari Partai Demokrat kiri-tengah, menumbangkan konservatif Partai Demokratik Liberal(LDP) tahun lalu, setelah berkuasa nyaris tak terpecahkan selama setengah abad.

Kan dan Kaisar Akihito, putra mendiang Kaisar Hirohito yang menyerah 65 tahun lalu, menghadiri suatu upacara peringatan di Tokyo.

Kan dan kabinetnya berikrar tidak akan hadir pada kuil itu, kegiatan yang dilakukan secara teratur oleh anggota LDP di masa lalu, yang memancing kemarahan di China dan semenanjung Korea, di mana kenangan kekejaman masa perang Jepang ditolak untuk memudar.

Ini akan menjadi pertama kalinya sejak paling tidak 1985 - ketika pemerintah mulai mencatat - bahwa hari itu tidak akan ditandai dengan kunjungan para menteri ke kuil, menurut laporan media setempat.

Jepang pekan lalu mengeluarkan permintaan maaf terbaru atas kekuasaan kolonial negaranya di semenanjung Korea, menjelang peringatan seabad aneksasinya pada 29 Agustus.

Langkah pemerintah Kan tersebut adalah yang terakhir dari serangkaian permintaan maaf Tokyo kepada negara Asia tetangganya.

Dalam pernyataan, juga bertepatan pada menjelang peringatan pembebasan Korea Selatan pada kemerdekaan 15 Agustus 1945, Kan menyatakan penyesalan mendalam terhadap apa yang sebut sebagai "penderitaan" yang terjadi pada 1910-1945 pemerintahan kolonial Jepang.

Mantan perdana menteri Junichiro Koizumi mengunjungi kuil kontroversial setiap tahun selama pemerintahannya pada 2001-2006.

Tindakannya itu membuat kemarahan China dan Korea Selatan, yang menancapkan kepahitan mendalam terhadap masa lalu imperialisme Jepang.
(H-AK/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010