Jakarta (ANTARA News) - Puluhan calon dokter muda dari berbagai perguruan tinggi mendatangi Gedung DPR/MPR di Jakarta, Senin, untuk menyampaikan kegelisahan dan kekecewaan terkait dengan pelaksanaan Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI).

Mereka yang tergabung dalam Forum Dokter Muda Indonesia (FDMI) diterima Ketua Komisi IX DPR RI dr Tjiptaning dan anggota Komisi IX. Pertemuan itu kemudian dilaksanakan dalam forum rapat dengar pendapat.

"Kami datang untuk mengeluhkan adanya UKDI sebagai syarat kompetensi dokter Indonesia," kata Juru Bicara FDMI Hendra Sihite.

Dia mengatakan bahwa selama ini mahasiswa kedokteran dianggap sebagai kaum yang berintelektual tinggi dan "elit" sehingga banyak mahasiswa kedokteran yang sebetulnya menyadari dirinya tertindas oleh kebijakan yang dibuat.

Namun karena terlalu `menikmati" penderitaan dan hanya diam mementingkan kepentingan pribadi, tidak jarang mahasiswa kedokteran hanya diam dan menerima kebijakan tersebut.

Dia mengakui, perlu adanya standarisasi dokter di Indonesia. Namun yang diperlukan bukan UKDI yang dilakukan sesudah atau sebelum sumpah dokter, karena hal ini hanya memperlambat proses menjadi dokter. Tetapi standarisasi harus dilakukan sejak awal penerimaan mahasiswa baru di fakultas kedokteran.

"Kurikulum dan akreditasi merupakan salah satu jawaban yang baik untuk standarisasi," katanya.

Dia mengatakan, Indonesia belum siap menerima UKDI dan hanya merupakan proses yang memperlambat seseorang menjadi seorang dokter. Karena itu, UKDI tidak sejalan dengan kebutuhan tenaga dokter yang sangat tinggi serta peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia.

"Perbandingan dokter dengan pasien di Indoensia 1:300 ribu jiwa dan hanya sekitar 40 persen Puskesmas yang dikepalai oleh dokter," katanya.

FDMI mendesak UKDI tidak diperlukan dan tidak perlu diberlakukan. "Sebaiknya UKDI dibubarkan," katanya.

Menurut dia, lima sampai enam tahun, bahkan lebih seorang mahasiswa dibentuk menjadi seorang dokter serta diuji oleh dosen yang berkompeten dalam bidangnya dan dinyatakan lulus. Namun tidak menjadi jaminan bahwa seorang mahasiswa dapat menjadi dokter karena masih harus menjalani ujian di UKDI.

"UKDI ini merupakan pelecehan terhadap para dosen, fakultas kedokteran dan rumah sakit yang turut berperan dalam pendidikan dokter di Indonesia," kata dia.

Dia menyatakan, kompetensi seseorang di bidang kedokteran tidak bisa hanya didasarkan pada kepandaian dalam menjawab soal UKDI. "UKDI yang hanya diselenggarakan setahun sekali akan mempersulit atau menghambat mahasiswa lulusan kedoteran untuk memperoleh pekerjaan sesuai bidang yang digelutinya selama ini," katanya.

Dia mengatakan, tidak relevan menganggap bahwa kompetensi dokter semata-mata ditentukan berdasarkan UKDI. Jika UKDI tidak lulus, maka seluruh proses pendidikan di fakultas kedokteran akan sia-sia.

"Kami tidak ingin jadi dokter soal yang kompetensinya hanya didasarkan pada kemampuan menjawab soal-soal ujian dalam UKDI," katanya.
(S023/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010