Yogyakarta (ANTARA News) - Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Suharman mengatakan pemberian remisi bagi para koruptor merupakan langkah yang akan menghambat pengembangan budaya anti korupsi di masyarakat.

"Pemberian remisi bagi para koruptor merupakan langkah yang kontradiktif dalam pengembangan budaya anti korupsi di masyarakat," katanya di Yogyakarta, Rabu.

Ia mengatakan pemberian remisi bagi para koruptor secara tidak langsung akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang saat ini tengah dilakukan pemerintah.

"Pemberian remisi akan memperlemah upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dimotori oleh Komisi Pemberantasan Korupsi maupun penegak hukum lainnya," katanya.

Menurut Suharman pemerintah tidak perlu membebaskan para koruptor meskipun dia sedang sakit karena di dalam rumah tahanan sangat memungkinkan diberikan pelayanan kesehatan secara optimal dan memadai.

"Kalau dengan alasan sakit seharusnya tetap ditahan tetapi dengan pemberian fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai," katanya.

Suharman mengatakan jika pemerintah tidak punya komitmen tegas dalam menindak para koruptor, maka hal tersebut akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

"Jika pemerintah tidak benar-benar menerapkan sanksi hukum secara tegas, akan banyak koruptor yang berpura-pura sakit atau mengaku sakit agar dapat dibebaskan," katanya.

Bertepatan dengan Hari Kemerdekaan ke-65, sejumlah narapidana kasus korupsi mendapatkan remisi antara lain mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, Arthalyta Suryani alias Ayin, mantan anggota Komisi IV DPR Al Amin Nasution, dan mantan Bupati Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Syaukani Hassan Rais.(*)

(ANT-158/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010